-->

Iklan

Cerpen: Pengertian, Ciri, Unsur Intrinsik Dan Ekstrinsik


A.  Pengertian Cerpen

Cerita pendek, atau sering disingkat dengan cerpen, yakni suatu bentuk prosa naratif fiktif. Berapa ukuran panjang atau pendek yang dimaksud memang tidak ada hukum baku yang dianut maupun komitmen di antara pengarang dan para ahli. Edgar Allan Poe, dalam Burhan Nurgiantoro (1995: 11), menyatakan bahwa dongeng pendek yakni sebuah dongeng yang selesai dibaca sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah jam hingga dua jam. Untuk memilih panjang pendeknya cerpen, khususnya berkaitan dengan jumlah kata yang digunakan, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat. Menurut Staton cerpen biasanya memakai 15.000 kata atau setara dengan lebih kurang 50 halaman. Sedangkan Notosusanto menyatakan bahwa jumlah kata yang dipakai di dalam cerpen sekitar 5.000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto dengan spasi rangkap (lihat KSG Unimed, 2013: 292). Cerita pendek, selain kependekannya ditunjukkan oleh jumlah penggunaan kata yang relatif terbatas, insiden dan isi dongeng yang disajikan juga sangat pendek. Peristiwa yang disajikan memang singkat, tetapi mengandung kesan yang dalam. Isi dongeng memang pendek lantaran mengutamakan kepadatan ide. Karena itu, insiden dan isi dongeng dalam cerpen relatif lebih sedikit kalau dibandingkan dengan roman atau novel. Cerita pendek cenderung padat dan pribadi pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, ibarat novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra, ibarat tokoh, plot, tema, bahasa, dan insight, secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi lain yang lebih panjang. Disyaratkan oleh H.B. Jassin bahwa dongeng pendek haruslah mempunyai kepingan perkenalan, pertikaian, dan penyelesaian (Korrie Layun Rampan, 1995: 10).

Berdasarkan aneka macam batasan di atas, sanggup disimpulkan bahwa dongeng pendek yakni bentuk prosa fiktif naratif yang habis dibaca sekali duduk, serta mengandung konflik dramatik. Cerita pendek yakni dongeng fiksi bentuk prosa yang singkat yang unsur ceritanya berpusat pada satu insiden pokok sehingga jumlah dan pengembangan pelaku terbatas, dan keseluruhan dongeng memberi kesan tunggal.

B. Ciri-Ciri Cerita Pendek,

Menurut Stanton (2007: 76), ciri-ciri cerpen adalah: (1) haruslah berbentuk padat, (2) realistik, (3) alur yang mengalir dalam dongeng bersifat fragmentaris dan cenderung inklusif. Sedangkan berdasarkan Guntur Tarigan, cirri-ciri cerpen adalah: (1) singkat, padu, dan intensif (brevity, unity, dan intensity), (2) mempunyai unsur utama berupa adegan, tokoh, dan gerak (scene, character, dan action), (3) bahasanya tajam, sugestif, dan menarik perhatian (incisive, suggestive, dan alert), (4) mengandung impresi pengarang ihwal konsepsi kehidupan, (5) menjadikan imbas tunggal dalam pikiran pembaca, (6) mengandung detil dan insiden yang benar-benar terpilih, (7) mempunyai pelaku utama yang menonjol dalam cerita, dan (8) menyajikan kebulatan imbas dan kesatuan emosi.

C.      Unsur Intrinsik Cerita Pendek

Unsur intrinsik yakni unsur-unsur yang membangun karya sastra. Unsur-unsur inilah yang menimbulkan karya sastra hadir sebagai karya sastra; unsur-unsur yang yang secara faktual akan dijumpai kalau orang membaca karya sastra.

Unsur intrinsik cerpen sanggup dikelompokkan ke dalam tujuh bagian, masing-masing: (1) tema, (2) alur, (3) penokohan atau perwatakan, (4) latar, (5) sudut pandang atau point of view, (6) gaya bahasa,  dan (7) amanat.

Pembahasan terhadap unsur-unsur intrinsik pembangun dongeng pendek yang telah disampaikan di atas diuraikan sebagai berikut.

1. Tema.

Tema yakni makna yang dikandung oleh sebuah dongeng atau gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh dongeng sehingga bersifat menjiwai keseluruhan cerita. Tema suatu karya sastra letaknya tersembunyi dan harus dicari sendiri oleh pembaca. Pengarang karya sastra tidak akan secara gamblang menyampaikan apa yang menjadi inti permasalahan hasil karyanya, walaupun kadang kala terdapat kata-kata atau kalimat kunci dalam salah satu kepingan karya sastra. Melalui kalimat kunci itu pengarang seakan-akan merumuskan apa yang tolong-menolong menjadi pokok permasalahan. Ada beberapa cara untuk menafsirkan tema berdasarkan Stanton (2007: 44), yakni: (1) harus memperhatikan detil yang menonjol dalam dongeng rekaan, (2) tidak terpengaruh oleh detil dongeng yang kontradiktif, (3) tidak sepenuhnya bergantung pada bukti-bukti implisit, kadang kala harus yang eksplisit juga, (4) tema itu dianjurkan secara terang oleh dongeng yang bersangkutan. Perlu ditambahkan di sini bahwa faktor pengarang dengan pandangan-pandangannya turut memilih tema karyanya.

2. Penokohan.

Penokohan merupakan salah satu unsur dalam dongeng yang menggambarkan keadaan lahir maupun batin seseorang atau pelaku. Setiap insan mempunyai huruf yang berbeda-beda. Karena cerpen intinya menceritakan insan dalam bekerjasama dengan lingkungannya, maka setiap tokoh dalam dongeng akan mempunyai tabiat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Melalui huruf tokoh cerita, pembaca mengikuti jalan dongeng sehingga maksud dongeng akan menjadi lebih jelas. Istilah tokoh merujuk pada orang atau pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh. Penokohan dan karakterisasi sering disamakan artinya dengan huruf dan perwatakan. Penokohan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah dongeng (Nurgiantoro, 1995: 165). Kaprikornus yang dimaksud dengan penokohan atau karakteristik yakni ciri-ciri jiwa seseorang tokoh dalam suatu cerita. Seluruh pengalaman yang dituturkan dalam dongeng kita ikuti berdasarkan tingkah laris dan pengalaman yang dipelajari melalui pelakunya. Melalui sikap ilmiah pembaca mengikuti jalannya seluruh dongeng dan berdasarkan karakter, situasi dongeng sanggup dikembangkan.

3. Plot atau Alur.

Plot atau alur yakni urutan insiden yang merupakan dasar terciptanya sebuah cerita. Alur bisa tampak apabila pengarang bisa membangun saling hubung antara tema, pesan, dan amanat dalam cerita. Cerita bergerak dari satu insiden ke insiden yang lain. Masing-masing insiden itu disusun secara runtut, utuh dan saling bekerjasama sehingga membangun plot. Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan banyak orang menganggap sebagai unsur yang terpenting. Plot sanggup mempermudah pemahaman seseorang ihwal suatu cerita. Tanpa plot, pembaca akan kesulitan memahami suatu cerita. Plot karya fiksi yang kompleks sulit dipahami korelasi kausalitas antarperistiwanya. Akibatnya, dongeng sulit dipahami. Dalam suatu dongeng biasanya dituliskan aneka macam insiden dalam urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan itulah yang disebut alur atau plot.

Plot biasanya dikelompokkan atas tiga tahap, yakni awal-tengah-akhir. Tahap awal sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Tahap ini berisi informasi-informasi penting yang bekerjasama dengan aneka macam hal yang akan dikisahkan berikutnya. Tahap tengah, atau tahap pertikaian, menampilkan konflik atau kontradiksi yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya. Tahap akhir, atau tahap peleraian, menampilkan adegan tertentu jawaban klimaks. Pada kepingan ini, dimunculkan simpulan dari cerita.

4. Latar (setting).

Latar, atau biasa disebut dengan setting, merujuk kepada pengertian tempat¸ korelasi waktu, dan lingkungan sosial daerah terjadinya insiden dalam cerita. Latar memperlihatkan kesan realistis kepada pembaca. Latar dibedakan dalam tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu dan sosial. Latar daerah merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa, latar waktu bekerjasama dengan persoalan kapan insiden terjadi, dan latar social mengacu kepada hal-hal yang bekerjasama dengan sikap kehidupan social masyarakat dalam cerita.

5. Sudut Pandang (point of view).

Sudut pandang, atau point of view, yakni cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan aneka macam insiden yang membentuk dongeng dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams, dalam Burhan Nurgiantoro, 1995: 248). Dengan demikian, sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi, memang milik pengarang. Namun, semuanya itu, dalam karya fiksi, disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh dongeng (Burhan Nurgiantoro, 1995: 248). Sudut pandang atau point of view penceritaan sanggup dibedakan atas tiga macam, masing-masing: (1)sudut pandang orang pertama; pengarang sebagai saya (gaya akuan) Dalam hal ini, pengarang sanggup bertindak sebagai omnicient (serba tahu) dan sanggup juga sebagai limited (terbatas), (2) pengarang sebagai orang ketiga (gaya diaan). Dalam hal ini, pengarang sanggup bertindak sebagai omniscient (serba tahu) dan sanggup juga bertindak limited (terbatas), (3) point of view gabungan, artinya pengarang memakai adonan dari gaya bercerita pertama dan ketiga.

6. Gaya.

Gaya sanggup diartikan sebagai gaya pengarang dalam bercerita atau gaya bahasa yang dipakai pengarang dalam karyanya. Keduanya saling berhubungan, yaitu gaya seorang pengarang dalam bercerita akan terlihat juga dalam bahasa yang digunakannya. Gaya bahasa yakni ekspresi personal, keseluruhan respons, pengarang terhadap persitiwa-peristiwa melalui media bahasa, seperti: jenis bahasa yang digunakan, kata-kata, sifat atau ciri khas imajinasi, struktur, dan irama kalimat-kalimatnya. Menurut Herman J. Waluyo dan Nugraheni (2008: 41), gaya pengarang satu dengan yang lainnya berbeda. Karena itu, bahasa karya sastra bersifat ideocyncratic, artinya sangat individual. Perbedaan gaya itu disebabkan oleh perbedaan pemikiran dan kepribadian.

7. Amanat.

Amanat yakni suatu aliran akhlak yang ingin disampaikan pengarang. Panuti Sujiman (1988: 51) menyatakan bahwa amanat yakni gagasan yang mendasari karya sastra, pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Menurut Suharianto (1982: 71), amanat sanggup disampaikan secara tersurat dan tersirat. Tersurat artinya pengarang memberikan pribadi kepada pembaca melalui kalimat, baik berupa keterangan pengarang atau pun berbentuk obrolan pelaku. Seorang pengarang, dalam karyanya, tidak hanya sekedar ingin memgungkapkan gagasannya, tetapi juga mempunyai maksud tertentu atau pesan tertentu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Pesan tertentu itulah yang disebut amanat.

Amanat dalam sebuah karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan ihwal nilai-nilai kebenaran dan aneka macam hal yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Amanat dalam dongeng biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang bekerjasama dengan hal tertentu yang bersifat praktis, yang sanggup diambil dan ditafsirkan lewat dongeng yang bersangkutan oleh pembaca.

D.    Unsur Ekstrinsik Cerpen

Unsur ekstrinsik yakni unsur yang berada di luar teks cerpen, tetapi memberi imbas yang tidak kalah kuatnya terhadap isi cerpen daripada unsur intrinsik. Beberapa hebat sastra menyampaikan bahwa unsur ekstrinsik bahkan lebih memilih dimensi isi karya cerpen.

Unsur ekstrinsik mencakup: (1) latar belakang masyarakat, (2) latar belakang seorang pengarang, dan (3) nilai-nilai yang terkandung di dalam novel. Latar belakang masyarakat sangat besar lengan berkuasa pada penulisan novel dan cerpen. Latar belakang masyarakat tersebut bisa berupa, antara lain, kondisi politik, ideologi negara, kondisi sosial, dan juga kondisi perekonomian masyarakat. Latar belakang seorang pengarang terdiri atas biografi pengarang, kondisi psikologis pengarang , aliran sastra yang dimiliki penulis, dan minatnya terhadap sesuatu sangatlah mensugesti terbentuknya sebuah cerpen. Riwayat hidup sang penulis mensugesti jalan pikir penulis atau sudut pandang mereka ihwal suatu. Faktor riwayat hidup ini mensugesti gaya bahasa dan genre khusus seorang penulis cerpen. Kondisi psikologis merupakan mood atau motivasi seorang penulis dikala menulis cerita. Mood atau psikologis seorang penulis ikut mensugesti apa yang ada di dalam dongeng mereka, contohnya kalau mereka sedang murung atau bangga mereka akan menciptakan suatu dongeng murung atau bangga pula. Aliran sastra merupakan “agama” bagi seorang penulis dan setiap penulis mempunyai aliran sastra yng berbeda-beda. Hal ini sangat memengaruhi gaya penulisan dan genre dongeng yang biasa diusung oleh sang penulis di dalam karya-karyanya. Nilai-nilai yang terkandung di dalam cerpen ibarat nilai agama, nilai sosial, nilai moral, dan nilai budaya, turut memilih arah karya penulis.

Sumber Pustaka

Umar, Azhar. 2016. Teori dan Genre Sastra Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.

POSTINGAN TERKAIT

Soal Tentang Cerpen Baca DI SINI



0 Response to "Cerpen: Pengertian, Ciri, Unsur Intrinsik Dan Ekstrinsik"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel