-->

Iklan

Usaha Pemerintah Indonesia Untuk Menuju Ekonomi Nasional Pada Masa Demokrasi Liberal

Materi Sekolah - Usaha Pemerintah Indonesia untuk Menuju Ekonomi Nasional pada Masa Demokrasi Liberal - Pada masa demokrasi liberal, Indonesia sering ditimpa gelombang pemogokan. Walaupun begitu perdagangan luar negeri masih berkembang baik. Bahkan, waktu itu Indonesia bisa membeli valuta absurd sebagai simpanan.

Simpanan valuta ini sanggup dijual kembali, kalau keadaan memaksa ibarat pada pertengahan bulan Nopember 1952 Indonesia mulai menjual emasnya.

Merosotnya cadangan emas itu mengakibatkan nilai dasar barang ekspor Indonesia menjadi buruk. Di samping itu, untuk mengurangi inflasi pemerintah harus menyediakan barang sebanyak-sebanyaknya.

Usaha pemerintah Indonesia untuk menuju ekonomi nasional, ternyata tidak mudah. Adanya insiden Tanjung Morawa (tahun 1952) mengakibatkan Kabinet Wilopo jatuh. Peristiwa Tanjung Morawa mengakibatkan heboh yang demikian besar.

Jatuhnya Kabinet Wilopo dan munculnya kabinet gres di bawah Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo I mengambarkan suatu tahap gres dalam akal anti penanaman modal absurd yang lebih militan. Hal ini antara lain terlihat dari usaha “Indonesianisasi” yang lebih intensif, contohnya dengan pinjaman pemerintah Indonesia kepada pengusaha-pengusaha pribumi untuk mengambil alih penggalan yang lebih besar dari aneka macam acara ekonomi, ibarat perdagangan impor, perbankan, perkapalan dan penggilingan beras, yang dikuasai kepentingan ekonomi Belanda dan Cina.

 Usaha Pemerintah Indonesia untuk Menuju Ekonomi Nasional pada Masa Demokrasi Liberal  Usaha Pemerintah Indonesia untuk Menuju Ekonomi Nasional pada Masa Demokrasi Liberal

Tanjung Morawa ialah suatu tempat kecamatan di Sumatera Timur di mana terdapat perkebunan yang dimiliki oleh asing, khususnya tembakau. Pada jaman Jepang, perkebunan itu ditinggalkan oleh kontraktornya dan oleh rakyat (dengan dorongan Jepang) perkebunan ini digarap untuk flora materi makanan.

Atas dasar isi perjanjian KMB, para kontraktor menuntut kembali hak atas tanah perkebunannya, dan pemerintah Republik Indonesia menyetujui tuntutan mereka. Karena tanah perkebunan itu sanggup menghasilkan devisa yang diperlukan, maka kesanggupan pemerintah untuk menjamin modal absurd yang ditanam di Sumatera Timur tadi diharapkan akan menarik lebih banyak modal absurd yang ditanam di Indonesia.

Petani banyak yang protes, tetapi disambut polisi dengan tembakan yang mengakibatkan beberapa petani tewas.

Sebagai tempat bekas jajahan Belanda, Indonesia tidak mempunyai banyak ahli, sehingga usaha mengganti sistem ekonomi kolonial ke ekonomi nasional tidak menghasilkan perubahan yang berarti. Hal tersebut mendorong lahirnya aneka macam kebijakan pemerintah mengalami defisit keuangan sehingga cenderung melahirkan kebijakan untuk mencetak uang gres yang mengakibatkan inflasi.

Inflasi sanggup menghambat produksi dikarenakan adanya kenaikan upah. Pemimpin-pemimpin nasional yang lebih pragmatis menyadari bahwa PMA gres memang harus ditarik ke Indonesia untuk menyebarkan sumber-sumber daya alam Indonesia dan mendirikan industri modern yang disertai aneka macam amandemen.

Undang-Undang PMA melarang PMA dalam beberapa acara ekonomi, ibarat pekerjaan umum, pertambangan, dan lapangan usaha lainnya di mana umumnya pengusaha-pengusaha pribumi bergerak. Meskipun pemilikan saham secara umum dikuasai tidak dilarang, namun Undang-Undang PMA ini menegaskan bahwa usaha patungan dengan kawan Indonesia akan diberikan prioritas.

Situasi politik yang kacau, dan terutama nasionalisasi semua perusahaan Belanda bertalian dengan konflik mengenai status Irian Barat, terang tidak menguntungkan usahausaha menarik arus PMA gres ke Indonesia. Malahan keadaan politik yang makin radikal dan makin anti kehadiran PMA di Indonesia, maka pada tahun 1959 Presiden Sukarno mencabut UU PMA tahun 1958. Usaha usaha pengembalian Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia, dilancarkan pula lewat bidang ekonomi.

Pada tanggal 18 Nopember 1957 diadakan rapat umum di Jakarta. Rapat umum ini lalu diikuti dengan agresi pemogokan total oleh kaum buruh yang bekerja di perusahaan-perusahaan Belanda. Pada tahun 1957 pemerintah segera mengambil tindakan antara lain:
  1. Melarang beredarnya semua terbitan dan film yang berbahasa Belanda,
  2. Penerbangan Belanda KLM tidak boleh mendarat dan terbang di atas wilayah Indonesia,
  3. Mulai 5 Desember 1957 semua acara Konsul Belanda di Indonesia diminta dihentikan.

Setelah itu terjadi pengambilalihan (nasionalisasi) modal dan aneka macam perusahaan milik Belanda, yang lalu diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1958. Berhubung waktu itu dalam keadaan darurat, militer berperan desar dalam nasionalisasi. Beberapa pola perusahaan yang diambilalih oleh Indonesia antara lain:
  1. Perbankan ibarat Nederlansche Handel Maatschappy (namanya lalu menjadi Bank Dagang Negara).
  2. Perusahaan Listrik Phillips.
  3. Beberapa perusahaan perkebunan.

0 Response to "Usaha Pemerintah Indonesia Untuk Menuju Ekonomi Nasional Pada Masa Demokrasi Liberal"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel