Kisah Sunan Giri Menjadi Pemimpin Wali Di Jawa
Kisah Sunan Giri Menjadi pemimpin wali di Jawa - Dalam artikel sebelumnya telah dijelaskan, bahwa Raden Paku atau Sunan Giri itu memiliki ilmu agama yang sangat dalam, ketimbang ilmu agama yang dimiliki oleh Sunan atau Wali lainnya. Karena itu, dalam duduk perkara adat-istiadat dan kepercayaan lama. Sunan Giri sangat tegas, aliran lslam berdasarkan Kanjeng Sunan harus dilaksanakan secara rnurni, tanpa dicampur aduk dengan ajaran-ajaran agama lainnya. Pendapat Sunan Giri ini didukung oleh Sunan Ampel, sunan Drajat dan segenap murid-murid Sunan Giri sendiri. Oleh alasannya yakni itulah pengikut Sunan Giri disebut islam keputihan, yakni mengamalkan aliran Islam sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan Al-Hadits.
(buka juga : Kisah sunan giri yang dibuang ke maritim saat bayi)
(buka juga : Kisah sunan giri yang dibuang ke maritim saat bayi)
Adapun dipihak yang lunak dengan budbahasa istiadat dan kepercayaan lama, maka disebut lslam abangan, menyerupai orang islam kini masih percaya adanya Nogo Dino, Jati Ngarang dan ilmu perhitungan. Padahal semua itu yakni dari aliran agama Hindu dan Budha serta Animisme. Di mana ajaran-ajaran itu bercokol sebelum datangnya agama lslam ke negeri Jawa ini.
Tokoh pimpinan golongan lslam Abangan ini yakni Sunan Kalijaga, yang didukung oleh Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati dan Sunan Muria. Golongan Abangan berpendapat, bahwa di dalam berdakwah menghadapi masyarakat Jawa yang awam haruslah bersikap lunak dan tidak bersikeras. Terutama dalam hal budbahasa istiadat dan kepercayaan. Di mana biasanya dalam dua hai tersebut orang sangat kukuh memegang teguh.
Oleh karenannya, dalam menghadapi dua hal itu hendaknya sanggup mempengaruhi sedikit demi sedikit, yaitu dengan jalan memaskukkan aliran lslam pada budbahasa istiadat itu. Akhirnya masyarakat awam mau tidak mau akan tertarik dan ingin mengetahui apa lslam itu?. Yang pada gilirannya akan mendekat pada si pembawa ajaran, yakni sang Sunan atau Wali
Nah, bila mereka mendekat, maka sudah barang tentu akan, lebih gampang dalam memperkenalkan aliran lslam. Bila sudah demikian, otomatis mereka akan meninggalakan dengan sendirinya adat-istiadat dan kepercayaan yang tidak sesuai dengan aliran lslam.
Tentunya kita sudah tahu, bagaimana Allah melarang minum minuman yang memabukkan pada masyarakat Arab pada waktu itu? Bukankah larangan itu bertahap ? Pertama ayat turun melarang orang sholat dalam keadaan mabuk. Kedua melarang dan menjahui minum-minuman keras lantaran kotor dan itu yakni perbuatan syetan.
Demikianlah pokok pemikiran yang menjadi perdebatan di antara Santri Abangan dan Santri Keputihan. Tapi apa nyatanya teori dakwah Santri Abangan. Sarnpai kini masih berlaku apa yang disebut istilah Ngesur (kenduren sesudah penguburan mayat). lstilah Nelung Dinani, Mitung Dinani, Matang Puluh Dinani, Nyatus, Mendhak Pisan, Mendhak Pindo dan Nyewu Dinani sesudah penguburan jenazah masih menjamur di kalangan masyarakat Jawa. Padahal istilah-istilah itu yakni hasil rekayasa para Wali Abangan dalam memperkenalkan aliran lslam kepada mereka
Dimana orang-orang jawa dulu sebelum islam masuk ke tanah jawa, tiap ada orang mati diadakan pesta minum-minuman keras dan main judi. Oleh para wali yang bersikap lunak, program pesta tersebut diganti dengan program selamatan, atau bacaan tahlil, yang lazim disebut dengan istilah tahlilan. Padahal berdasarkan pendapat keputihan, tahlilan itu bukanlah aliran islam yang sebenarnya, dan sebaiknya kita tinggalkan. Kami mendukung cara abangan dalam memperkenalkan islam terhadap orang awam, namun perlu diluruskan kembali niatnya.
Satu hal lagi cara kaum abangan dalam memperkenalkan aliran islam terhadap orang awam. Dimana saat membangun masjid Demak santri Keputihan dan abangan tidak berselisih. Tetapi sesudah masid itu selasai dan akan diadakan peresmian, Santri Abangan (Sunan Giri) dan Santri Abangan (Sunan Kalijaga) berselisih paham. Menurut sunan Kalijaga peresmiannya akan diadakan tontonan wayang kulit. Bagi orang-orang yang mau menonton, dan tiap orang mau masuk ke arena, syaratnya harus membaca kalimat tauhid. Bila penonton sudah berkumpul, sebagai pembukanya mereka diberi ceramah agama dulu. Sementara dongeng wayangnya bernafaskan Islam, begitulah tujuan kaum abangan (sunan Kalijaga).
Akan tetapi, berdasarkan sunan Giri, peresmiannya ditetapkan pada hari jumat sekaligus diadakan shalat Jumat bahu-membahu para penonton yang hendak menonton wayang kulit, lalu disitu diadakan ceramah agama. Alasan sunan Giri tidak oke lantaran wayang kulitnya berbentuk gambar makhluk hidup. Sedang gambar makhluk hidup hukumnya haram.
Akan tetapi Sunan Kalijaga tidak kurang akal, semula wayang berbentuk gambar makhluq hidup dirubahnya menyerupai kini ini. Sukar orang menyampaikan itu gambar makhluk hidup Nah, dengan demikian hukumnya sudah tidak haram lagi Selanjutnya, nama Bethara Guru sebagai pimpinan para Dewa, oleh Sunan Kalijaga diganti dengan Sang Hyang Giri Nata. Karena yang memiliki gagasan merubah bentuk wayang yakni Sunan Giri maksudnya Sunan Giri yang menata. Akhirnya tercapailah kata sepakat, bahwa pelantikan Masjid Demak dibuka dengan Jama'ah shalat Jum'at, lalu diadakan tontonan wayang kulit dengan Ki Dalang Sunan Kalijaga sendiri.
(baca juga : Asal Usul Sunan Giri sebagai Keturunan Nabi Muhammad Saw)
(baca juga : Asal Usul Sunan Giri sebagai Keturunan Nabi Muhammad Saw)
Demikianlah sekilas perbedaan antara Santri Abangan dan Santri Keputihan yang sanggup ditemukan titik temunya. Bagaimana sunan giri bersikap menyampaikan bahwa para sunan di Jawa patuh pada sunan giri. Selain itu konon berdasarkan cerita, bahwa semua kerajaan lslam di Nusantara ini bila menobatkan seorang raja, maka membutuhkan legalisasi dari Kanjeng Sunan Giri. Hal tersebut menyampaikan betapa besar imbas Sunan Giri terhadap kerajaan-kerajaan lslam di Nusantara.
0 Response to "Kisah Sunan Giri Menjadi Pemimpin Wali Di Jawa"
Posting Komentar