-->

Iklan

Modul 1 Prakondisi Di Plpg Kompetensi Pedagogik

BACA CONTOH SOAL/TUGAS PRAKONDISI DAN PEMBAHASAN
BACA CONTOH RINGKASAN MATERI DAN PEMBAHASAN MATERI ESENSIAL DALAM SUMBER BELAJAR PLPG : KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK
BACA PENGUMUMAN SELEKSI PPG TAHAP KEDUA
BACA FINALIS OGN SD Sekolah Menengah Pertama (DIKDAS) TAHUN 2017
KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK
Dikutip dari sumber www.sertifikasiguru.id, pada agenda prakondisi pada PLPG 2017  Peserta PLPG 2017 wajib mempelajari Modul Pedagogik dan Modul Pendalaman Materi Bidang Studi secara berdikari dan sanggup diunduh melalui laman sertifikasiguru.id
Sebagai persiapan pendalaman modul pedagogik di prakondisi PLPG 2017 kami sajikan RINGKASAN MATERI KELOMPOK KOMPETENSI PEDAGOGIK 1: KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK
Ringkasan Materi ini dikembangkan berdasarkan kompetensi pedagogik yang pertama di Permendiknas nomor 16 tahun 2007 yaitu: Menguasai Karakteristik Peserta Didik dari Aspek Fisik, Moral, Spiritual, Sosial, Kultural, Emosional, dan Intelektual.

BACA JUGA MATERI LENGKAP PPG-PLPG TAHUN 2017 DI SINI

I.     PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK

A.    Pengertian

Kognitif atau pemikiran yaitu istilah yang dipakai oleh andal psikologi untuk menjelaskan semua acara mental yang berafiliasi dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan gosip yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya. (Desmita, 2009) 

B.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Peserta Didik

Guru harus mengetahui perihal faktor-faktor yang menghipnotis akseptor didik. Yang sangat sentral dalam factor-faktor yang menghipnotis perkembangan kognitif yaitu gaya pengasuhan dan lingkungan. Biasanya gaya pengasuhan lebih diterapkan pada anak-anak. Pada pengasuhan ini merupakan cika lbakal perkembangan kognitif tersebut, lantaran ketika anak diasuh secara tidak sesuai dengan semestinya, ini akan berakibat pada perkembangan kognitif anak, bahkan pada perkembangan mental anak tersebut. Lingkungan pun sangat besar lengan berkuasa pada perkembangan kognitif, semakin jelek lingkungan maupun pergaulan seseorang maka kemungkinan efek lingkungan pada perkembangan kognitif anak semakin besar. (Wibowo, 2016)

C.     Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Peserta Didik

Empat tahap perkembangan kognitif siswa berdasarkan Piaget yaitu sebagai berikut.

1.      tahap sensori motor (0–2 tahun)

Pada tahap sensori motor (0-2 tahun) seorang anak akan berguru untuk memakai dan mengatur kegiatan fIsik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap ini, pemahaman anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) badan dan alat-alat indera mereka.

2.      tahap pra-operasional (2–7 tahun)

Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman memakai indera, sehingga ia belum bisa untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten

3.      tahap operasional nyata (7–11 tahun)

Pada tahap Operasional nyata (7-11 tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar. Di tahap ini, seorang anak sanggup membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata atau dengan memakai benda konkret, dan bisa mempertimbangkan dua aspek dari suatu situasi nyata secara bersamasama (misalnya, antara bentuk dan ukuran).

4.      tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun)

Pada tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti memakai benda nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan kognitif. (Doyin, 2015)

II.  PERKEMBANGAN FISIK PESERTA DIDIK

Kuhlen dan Thompson mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu mencakup empat aspek, yaitu: 

 (a) Otot-otot, yang menghipnotis perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; 

(b) Sistem syaraf yang sangat memengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi;

(c) Kelenjar Endokrin, yang menimbulkan munculnya pola-pola tingkah laris baru, ibarat pada usia remaja berkembang perasaan bahagia untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis;

(d) Struktur fisik/tubuh, yang mencakup tinggi, berat, dan proporsi.

Seifert dan Hoffnung (1994) beropini perkembangan fisik mencakup perubahan-perubahan dalam badan (seperti : pertumbuhan otak, sistem saraf, organ-organ indrawi, pertambahan tinggi dan berat, hormon, dan lain-lain), dan perubahan-perubahan dalam cara individu dalam memakai tubuhnya (seperti perkembangan keterampilan motorik dan perkembangan seksual), serta perubahan dalam kemampuan fisik (seperti penurunan fungsi jantung, penglihatan, dan sebagainya).

III.   PERKEMBANGAN SOSIAL-EMOSIONAL PESERTA DIDIK

Selain perkembangan karakteristik fisik dan kognitif akseptor didik, yang tidak kalah penting yaitu perkembangan sosial-emosional akseptor didik. Sosio-emosional berasal dari kata sosial dan emosi. Perkembangan sosial yaitu pencapaian kematangan dalam kekerabatan atau interaksi sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses berguru untuk mengikuti keadaan dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral agama. Sedangkan emosi merupakan faktor mayoritas yang menghipnotis tingkah laris individu, dalam hal ini termasuk pula sikap belajar. Emosi dibedakan menjadi dua, yakni emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif ibarat perasaan senang, bergairah, bersemangat, atau rasa ingin tahu yang tinggi akan menghipnotis individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap acara belajar. Emosi negatif sperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, individu tidak sanggup memusatkan perhatiannya untuk belajar, sehingga kemungkinan besar ia akan mengalami kegagalan dalam belajarnya. Selain itu, dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa Latin ‘movere’ yang berarti ‘menggerakkan, bergerak’. Kemudian ditambah dengan awalan ‘e-‘ untuk memberi arti ‘bergerak menjauh’. Makna ini menyiratkan kesan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.

Perkembangan sosio-emosional akseptor didik termasuk suatu pembahasan yang sangat penting lantaran dengan mengetahui perkembangan sosio-emosional akseptor didik, para pendidik sanggup mengambil tindakan pada permasalahan akseptor didik dengan banyak sekali karakteristik dan sifat yang berbeda-beda. Sosio-emosional yaitu perubahan yang terjadi pada diri setiap individu dalam warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau sikap individu. Dalam pembahasan sosio-emosional ini lebih ditekankan dalam sosioemosional pada remaja. Pada masa remaja, tingkat karakteristik emosional akan menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala emosional para remaja ibarat perasaan sayang, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai pendidik. kita harus mengetahui setiap aspek yang berafiliasi dengan perubahan tingkah laris dalam perkembangan remaja, serta memahami aspek atau tanda-tanda tersebut sehingga kita bisa melaksanakan komunikasi yang baik dengan remaja. Perkembangan emosi remaja merupakan suatu titik yang mengarah pada proses dalam mencapai kedewasaan. Meskipun sikap kanak-kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja lantaran efek didikan orang tua.

Faktor yang sangat memengaruhi perkembangan akseptor didik pada usia remaja yaitu didikan orang tua, lingkungan sekitar daerah tinggal dan perlakuan guru di sekolah. Pengaruh sosio-emosional yang baik pada remaja terhadap diri sendiri yaitu untuk mengendalikan diri, memutuskan segala sesuatu dengan baik, serta bisa lebih merencanakan segala hal yang akan diputuskannya, sedangkan terhadap orang lain, yaitu bisa menjalin kerjasama yang baik, saling menghargai dan bisa memposisikan diri di lingkungan dengan baik. Agar seorang akseptor didik sanggup mempunyai kecerdasan emosi dengan baik haruslah dibuat semenjak usia dini, lantaran pada ketika itu sangat memilih pertumbuhan dan perkembangan insan selanjutnya. Sebab pada usia ini dasar-dasar kepribadian anak telah terbentuk. Jelaslah sudah betapa pentingnya seorang pendidik memahami perkembangan sosio-emosional akseptor didik, semoga dalam proses pembelajaran perkembangan sosio-emosional akseptor didik yang berbeda-beda sanggup diatasi dengan baik.

IV.             PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK

Seto Mulyadi (2002a) menyatakan perihal Robert Coles yang menggagas perihal kecerdasan moral yang juga memegang peranan amat penting bagi kesuksesan seseorang dalam hidupnya. Hal ini ditandai dengan kemampuan seorang anak untuk bisa menghargai dirinya sendiri maupun diri orang lain, memahami perasaan terdalam orang-orang di sekelilingnya, mengikuti aturan-aturan yang berlaku, semua ini termasuk merupakan kunci keberhasilan bagi seorang anak di masa depan. Suasana hening dan penuh kasih sayang dalam keluarga, contoh-contoh nyata berupa sikap saling menghargai satu sama lain, ketekunan dan keuletan menghadapi kesulitan, sikap disiplin dan penuh semangat, tidak gampang putus asa, lebih banyak tersenyum daripada cemberut, semua ini memungkinkan anak menyebarkan kemampuan yang berafiliasi dengan kecerdasan kognitif, kecerdasan emosional maupun kecerdasan moralnya.

Teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada pikiran sehat moral dan berkembang secara sedikit demi sedikit yaitu: Penalaran prakovensional, konvensional, dan pascakonvensional.

1) Tingkat Satu: Penalaran Prakonvesional

Penalaran prakonvensional yaitu tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral, pikiran sehat moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan eksekusi ekternal.

Contoh dalam dunia pendidikan: Peserta didik mau berguru kalau mendapatkan hadiah uang.

2) Tingkat Dua: Penalaran Konvensional

Penalaran konvensional yaitu tingkat kedua atau tingkat menengah dari teori perkembangan moral Kohlberg. Seorang menaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak mentaati standar-standar (internal) orang lain, ibarat orangtua atau masyarakat.

Contoh: siswa di satu kesempatan mau berguru dengan tekun lantaran kesadaran sendiri tetapi tidak mau menaati perintah orang bau tanah yang mengharuskan berguru dari pukul 19.00 hingga dengan pukul 21.00

3) Tahap Tiga: Penalaran Pascakonvensional

Penalaran pascakonvensional yaitu tingkat tertinggi dari teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Seorang mengenal tindakan moral alternatif, menjajaki

pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu isyarat moral pribadi.

Contoh : Anak dengan penuh kesadaran menaati tata tertib sekolah baik diawasi atau tidak, ada hukuman atau tidak.

V.  BEKAL AWAL PESERTA DIDIK

Bekal latih awal akseptor didik sanggup pula diartikan kemampuan awal (entry behavior)

adalah kemampuan yang yang telah diperoleh akseptor didik sebelum ia memperoleh kemampuan terminal tertentu yang baru. Kemampuan awal memperlihatkan status pengetahuan dan keterampilan akseptor didik kini untuk menuju ke status yang akan tiba yang diinginkan guru semoga tercapai oleh akseptor didik. Dengan kemampuan ini sanggup ditentukan darimana pengajaran harus dimulai.

Identifikasi bekal latih awal akseptor didik bertujuan untuk:

1) Memperoleh gosip yang lengkap dan akurat berkenaan dengan kemampuan awal akseptor didik sebelum mengikuti agenda pembelajaran tertentu;

2) Menyeleksi tuntutan, bakat, minat, kemampuan serta kecendrungan peserrta didik berkaitan dengan pemilihan agenda program pembelajaran tertentu yang akan diikuti mereka; dan

3) Menentukan desain agenda pembelajaran dan atau training tertentu yang perlu dikembangkan sesuai dengan kemampuan awal akseptor didik.

Teknik Mengaktifkan Bekal Ajar Awal Peserta Didik

untuk mengetahui kemampuan awal akseptor didik, seorang pendidik sanggup melaksanakan tes awal (pre-test). Tes yang diberikan sanggup berkaitan dengan materi latih sesuai dengan panduan kurikulum. Selain itu pendidik sanggup melaksanakan wawancara, observasi, dan memperlihatkan kuisioner kepada akseptor didik atau calon akseptor didik, serta guru yang biasa mengampu pelajaran tersebut. Teknik yang paling sempurna untuk mengetahui bekal latih awal akseptor didik yaitu tes. Teknik tes ini memakai tes prasyarat dan tes awal. Sebelum memasuki pelajaran sebaiknya guru membuat tes prasyarat dan tes awal. Tes prasyarat yaitu tes untuk mengetahui apakah akseptor didik telah mempunyai pengetahuan keterampilan yang dibutuhkan atau di syaratkan untuk mengikuti suatu pelajaran. Sedangkan tes awal yaitu tes untuk mengetahui seberapa jauh siswa telah mempunyai pengetahuan atau keterampilan mengenai pelajaran yang hendak diikuti. Benjamin S. Bloom melalui beberapa eksperimen menunjukan bahwa “untuk berguru yang bersifat kognitif apabila pengetahuan atau kecakapan pra syarat ini tidak dipenuhi, maka betapa pun kualitas pembelajaran tinggi, maka tidak akan menolong untuk memperoleh hasil berguru yang tinggi”. Hasil pretest juga sangat mempunyai kegunaan untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan yang dimiliki dan sebagai perbandingan dengan hasil yang dicapai sehabis mengikuti pelajaran. Makara kemampuan awal sangat dibutuhkan untuk menunjang pemahaman siswa sebelum diberi pengetahuan gres lantaran kedua hal tersebut saling berhubung.

VI.   MENGIDENTIFIKASI DAN MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA

A.    Pengertian Kesulitan Belajar Siswa

Hamalik (hal: 1983) menyatakan kesulitan berguru sanggup diartikan sebagai keadaan di mana akseptor didik tidak sanggup berguru sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut tidak bisa diabaikan oleh seorang pendidik lantaran sanggup menjadi penghambat tujuan pembelajaran. Kesulitan berguru tidak hanya disebabkan oleh faKtor intelegensi yang rendah, akan tetapi bisa disebabkan oleh faktor-faktor nonintelegensi. Oleh lantaran itu, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Wood (2007:33) menyatakan kesulitan berguru yaitu suatu kondisi dalam proses berguru yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan tersebut diakibatkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri akseptor didik maupun luar diri akseptor didik.

B.  Jenis-Jenis Kesulitan Belajar Siswa

Empat jenis kesulitan/gangguan berguru dalam perkembangan seorang anak:

1.    Kesulitan berguru akademis, mencakup kesulitan membaca, kesulitan menulis, dan kesulitan berhitung.

2.    Gangguan simbolik,  yaitu ketidakmampuan anak untuk sanggup memahami suatu obyek sekalipun ia tidak mempunyai kelainan pada organ tubuhnya.

3.    Gangguan nonsimbolik, yaitu ketidakmampuan anak untuk memahami isi pelajaran lantaran ia mengalami kesulitan untuk mengulang kembali apa yang telah dipelajarinya.

4.    Ganguan sosial-emosional, yaitu gangguan yang berasal dari lingkungan dan emosi dalam diri anak.

C.  Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa

Penyebab kesulitan berguru antara lain sebagai berikut.

1. Faktor intelektual, yaitu inteligensi yang rendah dan terbatas;

2. Faktor kondisi fisik dan kesehatan, termasuk kondisi kelainan, ibarat kurangnya gizi pada ibu hamil, bayi dan anak, kerusakan susunan dan fungsi otak, dan penyakit persalinan;

3. Faktor sosial,seperti efek sobat bermain, pergaulan dan lingkungan sekitar;

4. Faktor keluarga, ibarat keadaan keluarga yang tidak baik dan kurangnya dukungan berguru dari orang tua.

D. Cara Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa

Cara mengatasi mengatasi kesulitan berguru yaitu sebagai berikut.

1. daerah duduk siswa

Anak yang mengalami kesulitan indera pendengaran dan penglihatan hendaknya mengambil posisi daerah duduk penggalan depan.

2. Gangguan kesehatan

Anak yang mengalami gangguan kesehatan sebaiknya diistirahatkan di rumah dengan tetap memberinya materi pelajaran dan dibimbing oleh orang bau tanah dan keluarga lainnya.

3. Program remedial

Siswa yang gagal mencapai tujuan pembelajaran akhir gangguan internal, perlu ditolong dengan melaksanakan agenda remedial.

4. Bantuan media dan alat peraga

Penggunaan alat peraga pelajaran dan media berguru kiranya cukup membantu siswa yang mengalami kesulitan mendapatkan materi pelajaran. Misalnya,  karena materi pelajaran bersifat aneh sehingga sulit dipahami siswa.

5. Suasana berguru menyenangkan

Suasana berguru yang nyaman dan menggembirakan akan membantu siswa yang mengalami kendala dalam mendapatkan materi pelajaran.

E. Rancangan Kegiatan Mengatasi Kesulitan Belajar Peserta Didik

Rancangan mengatasi kesulitan berguru akseptor didik sanggup dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1. Bimbingan Belajar

Bimbingan berguru merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya. Secara umum, mekanisme bimbingan berguru sanggup ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut : (1) Identifikasi kasus; Identifikasi masalah merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memperlihatkan beberapa pendekatan yang sanggup dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar. (2) Call them approach; melaksanakan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan sanggup ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan. (3) Maintain good relationship; membuat kekerabatan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini sanggup dilaksanakan melalui banyak sekali cara yang tidak hanya terbatas pada kekerabatan kegiatan berguru mengajar saja, contohnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya. (4) Developing a desire for counseling; membuat suasana yang mengakibatkan ke arah penyadaran siswa akan duduk kasus yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan perihal hasil dari suatu tes, ibarat tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan banyak sekali tindak lanjutnya. Melakukan analisis terhadap hasil berguru siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan berguru yang dihadapi siswa. (5) Melakukan analisis sosiometris; dengan cara ini sanggup ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan Penyesuaian social

2.  Identifikasi Masalah

Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau duduk kasus yang dihadapi siswa. Dalam konteks proses berguru mengajar, permasalahan siswa sanggup berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural – fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi duduk kasus siswa, Prayitno dkk. telah menyebarkan suatu instrumen untuk melacak duduk kasus siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) kekerabatan sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h) kekerabatan muda-mudi; (i) keadaan dan kekerabatan keluarga; dan (j) waktu senggang.

3.  Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)

Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian derma bimbingan sanggup dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, bila permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya kiprah guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada andal yang lebih kompeten.

Sumber Pustaka

Doyin, Mukh dan Supriyono. 2015. Materi UKG Bahasa Indonesia 2015. Semarang: Bandungan Institute

Wibowo, Hari dkk. 2016. Karakteristik Peserta Didik. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
POSTINGAN TERKAIT
MODUL 2 BACA DI SINI

MODUL LENGKAP UNDUH DI SINI
TIPS SUKSES PRAKONDISI BACA DI SINI
SOAL KOMPETENSI PEDAGOGIK BACA DI SINI

0 Response to "Modul 1 Prakondisi Di Plpg Kompetensi Pedagogik"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel