-->

Iklan

Modul 2 Prakondisi Di Plpg Kompetensi Pedagogik

TEORI BELAJAR

Dikutip dari sumber www.sertifikasiguru.id, pada acara prakondisi pada PLPG 2017  Peserta PLPG 2017 wajib mempelajari Modul Pedagogik dan Modul Pendalaman Materi Bidang Studi secara berdikari dan sanggup diunduh melalui laman sertifikasiguru.id

Sebagai persiapan pendalaman modul pedagogik di prakondisi PLPG 2017 kami sajikan RINGKASAN MATERI KELOMPOK KOMPETENSI PEDAGOGIK 2: TEORI BELAJAR

Ringkasan Materi ini dikembangkan berdasarkan kompetensi pedagogik yang kedua di Permendiknas nomor 16 tahun 2007 yaitu: Menguasai Teori Belajar dan Prinsip-Prinsip Pembelajaran yang Mendidik

RINGKASAN MATERI KELOMPOK KOMPETENSI PEDAGOGIK 2.

I. TEORI BELAJAR
A.  Teori Belajar Behaviorisme
     Teori mencar ilmu tingkah laris (behaviorisme) memandang mencar ilmu sebagai hasil dari pembentukan korelasi antara rangsangan dari luar (stimulus) menyerupai ‘2 + 2’ dan jawaban dari siswa (response) menyerupai ‘4’ yang sanggup diamati. Semakin sering korelasi (bond) antara rangsangan dan jawaban terjadi, maka akan semakin kuatlah korelasi keduanya (law of exercise). Para penganut teori mencar ilmu tingkah laris ini beropini bahwa watu saja akan berlubang kalau ditetesi air terus menerus. Thorndike menyatakan kuat tidaknya korelasi ditentukan oleh kepuasan maupun ketidakpuasan yang menyertainya (law of effect). Itulah sebabnya, dua kata kunci berdasarkan para penganutnya selama proses pembelajaran yaitu ‘latihan’ dan ‘ganjaran/ penguatan’. Teori ini menitikberatkan pada perubahan tingkah laris sebagai hasil dari pengulangan. Ganjaran atau penguatan pada hewan ditunjukkan dengan donasi sesuatu kalau ia sanggup menuntaskan tugasnya, sehingga hewan tersebut akan mengulangi kegiatannya. Para siswa akan sangat bahagia dan merasa dihargai kalau mereka mendapat hadiah ketika mereka sanggup melaksanakan kiprah dengan baik, sehingga mereka akan berusaha untuk melaksanakan hal yang sama. Namun kalau mereka melaksanakan hal yang salah maka mereka harus mendapat eksekusi biar ia tidak melaksanakan hal itu lagi. Teori mencar ilmu tingkah laris ini menekankan adanya ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement). Semakin banyak ganjaran yang diberikan maka respon yang diharapkan dari siswa akan lebih baik. Selain itu, kalau respon siswa di luar yang diinginkan maka dibutuhkan adanya konsekuensi eksekusi (punishment) sebagai stimulus biar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada atau, dengan kata lain, biar sikap siswa sesuai yang diinginkan. Khusus untuk punishment ini, beberapa tokoh teori tingkah laku, contohnya Skinner, mempunyai perbedaan pendapat, khususnya lantaran dampak yang kurang baik. Skinner menunjukkan alternatif yaitu digunakannya penguatan negatif (negative reinforcement). Pada masa kini, teori mencar ilmu yang dikemukakan penganut psikologi tingkah laris ini cocok dipakai untuk menyebarkan kemampuan siswa yang berafiliasi dengan pencapaian hasil mencar ilmu (pengetahuan) matematika menyerupai fakta, konsep, prinsip, dan skill (keterampilan).
B. Teori Belajar Kognitif
1. Psikologi Perkembangan Kognitif Piaget
    Menurut Piaget, struktur kognitif atau skemata (schema) yaitu suatu organisasi mental tingkat tinggi yang terbentuk pada dikala orang itu berinterkasi dengan lingkungannya. Dua proses yang sangat penting yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi yaitu suatu proses di mana suatu info atau pengalaman gres sanggup diubahsuaikan dengan kerangka kognitif yang sudah ada di benak siswa; sedangkan kemudahan yaitu suatu proses perubahan atau pengembangan kerangka kognitif yang sudah ada di benak siswa biar sesuai dengan pengalaman yang gres dialami. Sejalan dengan itu, Ausubel menginginkan proses pembelajaran di kelas-kelas yaitu suatu pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) yaitu suatu pembelajaran di mana pengetahuan atau pengalaman yang gres sanggup terkait dengan pengetahuan usang yang sudah ada di dalam struktur kognitif seseorang. Untuk membantu terjadinya pembelajaran bermakna, Bruner menyarankan biar proses pembelajaran melalui tiga tahap, yaitu tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik.
     Empat tahap perkembangan kognitif siswa berdasarkan Piaget yaitu (1) tahap sensori motor (0–2 tahun), (2) tahap pra-operasional (2–7 tahun), (3) tahap operasional nyata (7–11 tahun), dan (4) tahap operasional formal (11 tahun ke atas). 
     Pada tahap sensori motor (0-2 tahun) seorang anak akan mencar ilmu untuk memakai dan mengatur kegiatan fsik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap ini, pemahaman anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) badan dan alat-alat indera mereka. Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman memakai indera, sehingga ia belum bisa untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten. Pada tahap operasional nyata (7-11 tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar. Di tahap ini, seorang anak sanggup menciptakan kesimpulan dari suatu situasi nyata atau dengan memakai benda konkret, dan bisa mempertimbangkan dua aspek dari suatu situasi nyata secara bersamasama (misalnya, antara bentuk dan ukuran). Pada tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti memakai benda nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan kognitif.
2. Belajar Bermakna David P. Ausubel
    Teori mencar ilmu Ausubel menitikberatkan pada bagaimana seseorang memperoleh pengetahuannya. Menurut Ausubel terdapat 2 jenis mencar ilmu yaitu mencar ilmu hafalan (rote-learning) dan mencar ilmu bermakna (meaningfullearning). Jika seorang siswa berkeinginan untuk mengingat sesuatu tanpa mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain maka baik proses maupun hasil pembelajarannya sanggup dinyatakan sebagai hafalan (rote) dan tidak akan bermakna (meaningless) sama sekali baginya. Pembelajaran yang mengacu pada ‘belajar bermakna’ atau ‘meaningful-learning’ yaitu pembelajaran di mana pengetahuan atau pengalaman gres yang akan dipelajari siswa sanggup terkait dengan pengetahuan usang yang sudah dimiliki siswa.
3. Teori Presentasi Bruner
     Bruner membagi penyajian proses pembelajaran dalam tiga tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik, dan simbolik. Pada tahap enaktif, para siswa dituntut untuk mempelajari pengetahuan dengan memakai sesuatu yang “konkret” atau “nyata” yang berarti sanggup diamati dengan memakai panca indera. Contohnya, ketika akan membahas geometri ruang di awal pembelajaran, guru sanggup memakai alat peraga maupun barang sehari-hari semisal kaleng, dus, dll. Pada tahap ikonik, yakni sehabis mempelajari pengetahuan dengan benda nyata atau benda konkret, tahap berikutnya yaitu tahap ikonik, dimana para siswa mempelajari suatu pengetahuan dalam bentuk gambar atau diagram sebagai perwujudan dari kegiatan yang memakai benda nyata atau nyata tadi. Pada tahap simbolik para siswa harus melewati suatu tahap dimana pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol abstrak. Dengan kata lain, siswa harus mengalami proses berabstraksi. Berabstraksi terjadi pada dikala seseorang menyadari adanya kesamaan di atara perbedaan-perbedaan yang ada.

C. Teori Belajar Konstruktivisme
1. Model Penemuan
     Bruner beropini bahwa mencar ilmu dengan inovasi yaitu mencar ilmu untuk menemukan (learning by discovery is learning to discover). Ada dua model penemunaan, yaitu model inovasi murni dan model inovasi terbimbing. Model inovasi yang sanggup dikembangkan di kelas yaitu model inovasi terbimbing di mana para siswa dihadapkan dengan situasi di mana ia bebas untuk mengumpulkan data, menciptakan dugaan (hipotesis), mencoba-coba (trial and error), mencari dan menemukan keteraturan (pola), menggeneralisasi atau menyusun rumus beserta bentuk umum, menunjukan benar tidaknya dugaannya itu. Berbeda dengan model inovasi murni di mana mulai dari pemilihan taktik hingga pada jalan dan hasil inovasi ditentukan para siswa sendiri maka pada inovasi terbimbing ini, para guru bertindak sebagai penunjuk jalan, ia membantu dan memberi kemudahan bagi para siswanya sedemikian rupa sehingga mereka sanggup mempergunakan idea, konsep dan ketrampilan yang sudah beliau pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru. Penggunaan serangkaian pertanyaan yang sempurna akan sangat membantu siswa untuk menemukan pengetahuan yang gres berdasar pada pengetahuan usang yang dipunyainya.

2. Model Saintifk
    Pendekatan saintifk mencakup lima pengalaman mencar ilmu sebagaimana dijelaskan berikut ini.
a.    Mengamati (observing) di mana siswa difasilitasi untuk mengamati dengan indra (membaca, mendengar, menyimak, melihat, menonton, dan sebagainya) dengan atau tanpa alat.
b.    Menanya (questioning) di mana siswa difasilitasi untuk menciptakan dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi perihal info yang belum dipahami, info pemanis yang ingin diketahui, atau sebagai klarifkasi.
c. Mengumpulkan informasi/mencoba (experimenting) di mana siswa difasilitasi untuk mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, memalsukan bentuk/gerak, melaksanakan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber melalui angket, wawancara, dan memodifkasi/ menambahi/ mengembangkan.
d. Menalar/mengasosiasi (associating) di mana siswa difasilitasi untuk mengolah info yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk menciptakan kategori, mengasosiasi atau menghubungkan fenomena/informasi yang terkait dalam rangka menemukan suatu pola, dan menyimpulkan.
e. Mengomunikasikan (communicating) di mana siswa difasilitasi untuk menyajikan laporan dalam bentuk bagan, diagram, atau grafk; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan mencakup proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan.

II. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR
   Dalam perencanaan pembelajaran, prinsip-prinsip mencar ilmu sanggup mengungkap batas-batas kemungkinan dalam pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran, pengetahuan perihal teori dan prinsip-prinsip mencar ilmu sanggup membantu guru dalam menentukan tindakan yang tepat.
     Dari banyak sekali prinsip mencar ilmu tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang sanggup dipakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran sebagai berikut.
A.    Perhatian dan Motivasi
     Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian mencar ilmu pengolahan info terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi mencar ilmu (Gage dan Berliner, 1984: 355). Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting
      dalam kegiatan belajar. Motivasi yaitu tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan kegiatan seseorang. Motivasi sanggup dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada kendaraan beroda empat (Gage dan Berliner, 1984: 372).
B.     Keaktifan
      Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.
C.     Keterlibatan langsung/Berpengalaman
      Belajar yaitu mengalami, mencar ilmu tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman mencar ilmu yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya mengemukakan bahwa mencar ilmu yang paling baik yaitu mencar ilmu melalui pengalaman langsung. Dalam mencar ilmu melalui pengalaman eksklusif siswa yang tidak hanya mengamati secara eksklusif tetapi ia harus menghayati, terlibat eksklusif dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.
D.  Pengulangan
    Pada teori Psikologi Asosiasi atau Koneksionisme mengungkapkan bahwa mencar ilmu ialah pembentukan korelasi antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar. Pengulangan dalam mencar ilmu akan melatih daya-daya yang ada pada insan yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, hingga berpikir yang akan menciptakan daya-daya tersebut berkembang.
E.   Tantangan
      Dalam situasi belajar, siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai. Namun selalu terdapat hambatan, yaitu mempelajari materi belajar. Timbullah motif untuk mengatasi kendala itu, yaitu dengan mempelajari materi mencar ilmu tersebut.
F.   Balikan atau Penguatan
      Siswa mencar ilmu sungguh-sungguh dan mendapat nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk mencar ilmu lebih ulet lagi. Nilai yang baik sanggup merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang buruk pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, lantaran takut tidak naik kelas ia terdorong untuk mencar ilmu lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif.
G.  Perbedaan Individual
      Siswa yang merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa mempunyai perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan individu ini kuat pada cara dan hasil mencar ilmu siswa.

Sumber Pustaka:
Wibowo, Hari dkk. 2016. Teori Belajar. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

POSTINGAN TERKAIT
PETUNJUK PELAKSANAAN PRAKONDISI DI SINI
TIPS SUKSES PRAKONDISI BACA DI SINI
MODUL 3 BACA DI SINI




0 Response to "Modul 2 Prakondisi Di Plpg Kompetensi Pedagogik"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel