Modul Iv Persiapan Prakondisi Di Plpg 2017 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Sesuai dengan pedoman pelaksanaan PLPG 2017 yang bersumber pada www.sertifikasiguru.id. Perserta PLPG 2017 akan melaksanakan model Prakondisi di PLPG 2017. Salah satu ketentuan pada Prakondisi di PLPG 2017 yaitu setiap penerima wajib mempelajari Modul Pedagogik dan Modul Pendalaman Materi Bidang Studi secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan sanggup diunduh melalui laman sertifikasiguru.id
BACA MATERI LENGKAP PPG-PLPG TAHUN 2017
BACA MATERI LENGKAP PPG-PLPG TAHUN 2017
(PETUNJUK PELAKSANAAN PRAKONDISI DI PLPG 2017 BISA DIUNDUH DI SINI)
Sebagai persiapan pendalaman modul Materi Bidang Studi Bahasa Indonesia di prakondisi PLPG 2017 kami sajikan Modul 4 Pendalaman Bidang Studi Bahasa Indonesia. Modul ini merupakan modul pada PLPG 2016. Pada modul 4 ini dibahas Kaidah Bahasa Indonesia.
(MODUL LENGKAP I-V BAHASA INDONESIA BACA DI SINI)
KAIDAH BAHASA INDONESIA
Drs. Azhar Umar, M.Pd
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
BAB IV
KAIDAH BAHASA INDONESIA
KAIDAH BAHASA INDONESIA
A. Tujuan
Setelah mempelajari sumber mencar ilmu ini, guru dibutuhkan sanggup memahami
dan mengaplikasikan kaidah-kaidah bahasa Indonesia sebagai acuan penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar.
B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi
Setelah mempelajari sumber mencar ilmu ini, guru dibutuhkan sanggup memahami
dan mengaplikasikan kaidah-kaidah bahasa Indonesia sebagai acuan penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar.
B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi
Kompetensi Guru Mata Pelajaran | Indikator Pencapaian Kompetensi |
1.4 Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. | 1. Mengaplikasikan kaidah ejaan sebagai acuan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. |
2. Mengaplikasikan kaidah morfologi sebagai acuan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar (menulis) | |
3. Mengaplikasikan kaidah sintaksis sebagai acuan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar (berbicara). | |
4. Mengaplikasikan kaidah semantik sebagai acuan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar (berbicara)... | |
5. Mengaplikasikan kaidah pragmatik sebagai acuan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar (berbicara). |
C. Uraian Materi
1. Kaidah Ejaan
Kaidah ejaan yaitu keseluruhan peraturan ihwal bagaimana memakai lambang-lambang bunyi bahasa dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang tersebut (pemisahan dan enggabungannya). Secara teknis, kaidah ejaan dan tanda baca yaitu aturan-aturan mengenai penulisan huruf, penulisan kata, dan penulisan tanda baca. Seperti diketahui bahwa kaidah ejaan mengatur penggunaan beragam
lambang kebahasaan yang berdimensi luas. Pembahasan menyeluruh mengenai kaidah ejaan tersebut tidak mungkin dilakukan pada belahan ini. Pembahasan dibatasi pada kaidah-kaidah ejaan yang sangat produktif penggunaannya di dalam masyarakat.
1.1 Penulisan Huruf
Pada belahan ini akan dideskripsikan kaidah-kaidah yang berlaku mengenai pemakaian abjad dalam bahasa Indonesia, yakni pemakaian abjad kapital dan abjad miring.
1.1.1 Huruf Kapital
Istilah abjad kapital sering juga diganti dengan abjad besar. Huruf ini digunakan sebagai abjad pertama:
(a) kata pada awal kalimat
(b) petikan langsung (yang utuh)
(c) dalam ungkapan yang bekerjasama dengan nama Tuhan dan suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan,
(d) nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang (Mahaputera Yamin, Sultan Hasanuddin, Haji Amir)
(e) nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang (Wakil Presiden Yusuf Kalla, Jenderal Tito Karnavian)
(f) nama orang
(g) nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa
(h) nama tahun, bulan, hari raya, dan insiden sejarah
(i) nama khas dalam geografi
(j) nama tubuh resmi, forum pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi
(k) nama semua kata dalam judul buku, majalah, surat kabar, kecuali kata partikel, mirip di, ke, dari, untuk, yang, dan yang tidak terletak pada posisi awal
(l) singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan
(m)kata penunjuk hubungan kekerabatan, mirip bapak, ibu, adik, paman yang dIpakai sebagai kata ganti sapaan
1.1.2 Huruf Miring
Huruf miring yaitu abjad yang posisinya dimiringkan dalam cetakan.
Huruf miring digunakan untuk:
(a) menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan;
Contoh: Dia mendengar isu itu dari Kompas.
(b) menegaskan atau mengkhususkan huruf, belahan kata atau kelompok kata;
Contoh: Seluruh karyawan diwajibkan menghadiri program tersebut.
(c) menuliskan kata atau ungkapan asing, kata nama ilmiah, kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Contoh: Hari-harinya padat dengan facebook.
1.2 Penulisan Kata
Kaidah penulisan kata mencakup kaidah penggabungan kata, penulisan kata ganti kau, ku, mu, dan nya, kata depan di, ke dan dari, kata turunan, serta singkatan dan akronim.
1.2.1 Gabungan Kata
Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang sanggup menjadikan kesalahan pengertian sanggup diberi tanda hubung untuk menegaskan pertaliannya.
Contoh: alat pandang-dengar
Buku sejarah-lama (sebagai imbangan buku sejarah moderen).
1.2.2 Kata ganti ku, kau, mu, dan nya
Kata ganti ku, kau, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
(1) a. Ketidakjujuran tidak kusukai.
b. Ketidakjujuran tidak aku sukai.
(2) a. Lawan harus kaukalahkan dengan cara yang sportif.
b. Lawan harus engkau kalahkan dengan cara yang sportif.
(3) a. Aku tahu, buku itu milikmu.
b. Aku tahu, buku itu milik kamu.
1.2.3 Kata Turunan
Jika bentuk dasar berupa adonan kata dan sekaligus menerima awalan dan akhiran, kata-kata itu ditulis serangkai.
Contoh: (1) tidak adil + ke-an ....................... ketidakadilan
Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘tiap’, dan ‘demi’ ditulis terpisah
Contoh: (1) a. Mereka masuk satu per satu.
b. Mereka masuk satu persatu (x)
(2) a. Harganya Rp 3.000,00 per helai.
b. Harganya Rp 3.000,00 perhelai (x).
(3) Gaji naik per 1 April.
1.2.4 Singkatan dan Akronim
Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik (.).
Contoh: M. Amin, Drs., Prof., Kol.
Singkatan yang terdiri atas abjad awal kata ditulis dengan abjad kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik (.).
Contoh: MPR
Singkatan umum terdiri atas tiga abjad atau lebih diikuti tanda titik.
Contoh: dst., dsb., dkk., dto.
Akronim yaitu singkatan yang terdiri atas adonan abjad awal, adonan suku kata, atau adonan abjad dan suku kata yang diperlakukan sebagai kata, seperti:
Contoh: ABRI, PASI, SIM
Akabri, Bappenas
Akronim yang bukan nama diri/lembaga ditulis sebagai berikut:
pemilu, rapim, tilang
2. Kaidah Morfologi (Pembentukan Kata)
2.1 Kaidah Kata Imbuhan
Kata berimbuhan yaitu kata yang telah mengalami proses pengimbuhan (afiksasi). Imbuhan atau afiks yaitu satuan bahasa yang digunakan dalam bentuk dasar untuk menghasilkan suatu kata. Hasil dari proses pengimbuhan itulah yang kemudian membentuk kata gres yang disebut kata berimbuhan.
Imbuhan dalam bahasa Indonesia jumlahnya bermacam-macam.
Secara garis besar imbuhan tersebut dibagi ke dalam empat jenis, yakni prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Prefiks atau awalan yaitu imbuhan yang diikatkan di depan bentuk dasar.
Contoh:
me(N)- → membaca, menulis, menyapa
ber- → berjalan, berbicara, bermalam
di- → dibaca, ditulis, disapa
ter- → terbawa, termakan, terindak
pe(N)- → penjual, pembeli, penulis
per- → peranak, peristri
se- → sekelas, setara, secangkir
ke- → kepada, kekasih, kedua
maha- → mahakuasa, mahaagung, mahakuasa
Infiks atau sisipan yaitu imbuhan yang diikatkan di tengah bentuk dasar.
Contoh:
-el-, → geletar, telunjuk
-em- → gemetar
-er- → gemertak, seruling, gerigi
Sufiks atau akhiran yaitu imbuhan yang diikatkan di belakang bentuk
dasar.
Contoh:
-kan → tanamkan, bacakan, lembarkan
-an → tulisan, bacan, lemparan
-i → akhiri, jajaki, tulisi
-nya → agaknya, rupanya
-wan → rupawan, hartawan, ilmuwan
Konfiks adalah imbuhan yang dilekatkan di depan-belakang bentuk dasar secara bersamaan.
Contoh:
ke-an → keamanan, kesatuan, kebetulan
pe(N)-an → penanaman, pemahaman, penyesuaian
per-an → perusahaan, persawahan, pertokoan
ber-an → berhamburan, bersamaan, bersalaman
se-nya → selama-lamanya, sejauh-jauhnya
2.2 Kaidah Kata Ulang
Kata ulang (reduplikasi) yaitu kata yang mengalami proses perulangan, baik sebagian atau pun seluruhnya dengan disertai perubahan bunyi atau pun tidak. Kata ulang mempunyai beberapa makna, di antaranya, yaitu makna ‘banyak taktentu’, mirip pola berikut.
batu-batu negara-negara
buku-buku orang-orang
kuda-kuda pohon-pohon
makanan-makanan peraturan-peraturan
menteri-menteri rumah-rumah
Ada juga kata ulang yang bermakna ‘banyak dan bermacam-macam’,
mirip pola berikut:
bau-bauan, dedaunan
bibit-bibitan, lauk-pauk
buah-buahan, pepohonan
bumbu-bumbuan, sayur-mayur
bunyi-bunyian, tanam-tanaman
Makna kata ulang lainnya yaitu ‘menyerupai dan bermacammacam’, seperti pola berikut ini:
kuda-kuda mobil-mobilan
kuda-kudaan orang-orangan
kucing-kucingan robot-robotan
langit-langit rumah-rumahan
biro belakang layar siku-siku.
Makna kata ulang berikutnya yaitu ‘agak atau melemahkan sesuatu’ yang disebut pada kata dasar
Contoh:
kebarat-baratan , malu-malu
kehijau-hijauan, pening-pening
keinggris-inggrisan, sakit-sakitan
kekanak-kanakan, tidur-tiduran
kekuning-kuningan
Kata ulang sanggup pula bermakna ‘Intensitas kualitatif’, mirip terlihat pada pola berikut ini:
keras-keras, segiat-giatnya
kuat-kuat, setinggi-tingginya
Di samping itu, kata ulang sanggup bermakna ‘intensitas kuantitatif’, mirip pola berikut:
bercakap-cakap, manggut-manggut
berlari-lari, mengangguk-angguk
berputar-putar, mondar-mandir
bolak-balik, tersenyum-senyum
menggeleng-gelengkan, tertawa-tawa
Kata-kata ulang di dalam pola berikut ini menunjukkan makna ‘kolektif’
dua-dua, kedua-duanya
empat-empat, ketiga-tiganya
Terakhir, kata ulang sanggup bermakna ‘saling’, mirip yang tampak pada contoh-contoh di bawah ini.
berpandang-pandangan, pukul-pukulan
bersalam-salaman tendang-menendang
lempar-lemparan, tolong-menolong
2.3 Kaidah Kata Majemuk
Kata beragam sering didefinisikan sebagai adonan dua kata atau lebih yang membentuk makna baru. Dalam definisi mirip ini, konstruksi kata beragam tidak sanggup dibedekan dari konstruksi idiom. Padahal, konstruksi yang benar-benar menjadikan makna gres yaitu idiom. Perhatikanlah dengan cermat beberapa konstruksi di bawah ini.
(1) rumah makan, matahari,
(2) kambing hitam.
Makna semua konstruksi yang terdapat pada (1) masih bekerjasama dengan salah satu makna unsur yang membangunnya. Makna konstruksi rumah makan, misalnya, masih bekerjasama dengan makna rumah. Begitu juga dengan makna konstruksi matahari masih bekerjasama dengan hari. Artinya, adonan kata itu tidak menjadikan makna gres sama sekali. Konstruksi mirip inilah yang lazim dan sanggup disebut sebagai kata majemnuk.
Tidak demikian halnya dengan makna konstruksi kambing hitam.
Makna konstruksi itu tidak bekerjasama sama sekali dengan kambing maupun hitam. Dengan kata lain, adonan kata kambing dan hitam sungguh-sungguh menjadikan makna baru. Konstruksi mirip ini lazim disebut sebagai idiom.
Kata beragam sanggup dikelompokkan ke dalam beberapa jenis menurut jenis kata utama yang membentuk konstruksinya. Dengan begitu, dikenallah kata-kata mejemuk jenis kata kerja, kata sifat, dan kata benda.. Kata beragam jenis kata kerja sanggup dilihat pada contoh-contoh berikut:
sabung domba, membanting stir
sabung argument, memikat hati
berbadan dua, memberi hati
maju mundur, mengambil hati
Kata beragam jenis kata benda sanggup dilihat di dalam contohcontoh berikut ini:
air terjun, darah daging
anak emas, harga diri
anak didik, jalan damai
Contoh-contoh di bawah ini termasuk kata beragam jenis kata sifat.
besar kepala, lanjut usia
darah tinggi, lemah lembut
keras kepala, ringan tangan
lurus hati, bau tanah bangka.
3. Kaidah Sintaksis
3.1 Pengertian Sintaksis
Menurut Kridalaksana (2008: 222), sintaksis yaitu ilmu yang mengatur hubungan kata dengan kata, atau satuan-satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Verhaar (1981: 70) mengatakan, sintaksis yaitu bidang ilmu yang menyelidiki semua hubungan antarkata (atau antarfrasa) dalam satuan kalimat. Lebih rinci, Keraf (1984: 137) menjelaskan bahwa sintaksis yaitu belahan dari tata bahasa yang mempelajari dasar-dasar dan proses-proses pembentukan kalimat dalam satu bahasa.
Dari banyak sekali pengertian sintaksis di atas sanggup disimpulkan bahwa sintaksis yaitu cabang ilmu tata bahasa yang mengkaji hubungan kata/frasa dengan kata/frasa di dalam kalimat.
3.2 Hakikat Kalimat
Kalimat yaitu belahan terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahsaan. Dalam wujud lisan, kalimat diiringi oleh alunan titi nada, disela oleh jeda, diakhiri oleh intonasi selesai, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya perpaduan atau asimilasi bunyi. Dalam wujud tulisan, kalimat dimulai dengan abjad kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru.
Jika diamati lebih teliti, kalimat terdiri atas bagian inti dan bukan inti.
Bagian kalimat yang tidak sanggup dihilangkan yaitu belahan inti, sedangkan yang sanggup dihilangkan yaitu belahan bukan inti. Perhatikanlah pola kalimat berikut ini.
(a) Kami kemarin sore mendatangi pertemuan itu.
Kalimat di atas terdiri atas empat bagian, masing-masing kami, kemarin sore, mendatangi, dan pertemuan itu. Dari keempat belahan kalimat ini, hanya belahan kemarin sore yang sanggup dihilangkan tanpa mengganggu esensi makna kalimat itu. Bagian kalimat lainnya tidak sanggup dihilangkan. Dengan demikian, kita hanya sanggup mendapatkan kalimat (b) di bawah ini, tetapi harus menolak kalimat (c), (d), dan (e).
(b) Kami mendatangi pertemuan itu.
(c) Kami kemarin sore pertemuan itu. (X)
(d) Kami kemarin sore mendatangi. (X)
(e) Kemarin sore mendatangi pertemuan itu. (X)
Dari paparan di atas dapatlah diketahui bahwa belahan kemarin sore bukanlah belahan inti kalimat, sedangkan belahan lainnya dalam kalimat tersebut merupakan belahan inti.
3.3 Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk
Pada kalimat (a) di atas, bagian-bagian inti kalimat merupakan satu kesatuan. Penghilangan salah satu belahan saja dari ketiga belahan inti itu akan meruntuhkan identitas sisanya sebagai kalimat, sebagaimana terbukti pada kalimat-kalimat (b), (c), dan (d) di atas. Kalimat yang terdiri atas satu kesatuan belahan inti, baik dengan maupun tanpa belahan bukan inti, disebut kalimat tunggal. Kalimat-kalimat (a) dan (b) di atas yaitu pola kalimat tunggal.
Kalimat sanggup pula terdiri atas lebih dari satu kesatuan belahan inti, baik dengan maupun tanpa belahan bukan inti. Kalimat mirip ini disebut kalimat majemuk. Dengan kata lain, bila dilihat dari sudut pembentukannya, kalimat beragam sanggup dikatakan berasal dari dua atau lebih kalimat tunggal. Dalam hal ini, kalimat-kalimat tunggal yang bersangkutan sanggup dipandang sebagai unsure yang disebut klausa. Lebih jauh mengenai klausa sanggup dilihat pada pola berikut ini.
(f) Nona sedang mencar ilmu dan adiknya membersihkan daerah tidur.
Kalimat (f) dibuat dari dua kesatuan belahan inti, masing-masing (f1) Nona sedang mencar ilmu dan (f2) Adiknya membersihkan daerah tidur.
Kedua kesatuan belahan itu tersebut digabung dengan memakai konjungsi dan. Dengan demikian, kalimat (f) yaitu kalimat beragam yang mengandung dua buah klausa, masing-masing (f1) dan (f2).
3.4 Subjek, Predikat, Objek, Pelengkap, dan Keterangan Kalimat tunggal, yang terdiri atas dua konstituen atau bagian, bila dilihat dari aspek fungsi sintaksisnya, selalu berupa subjek dan predikat.
Dengan demikian, subjek dan predikat merupakan unsur minimal yang harus ada pada sebuah kalimat. Subjek yaitu belahan kalimat yang tentangnya “dibicarakan” oleh predikat. Subjek lazimnya berada di depan predikat.
Di dalam bahasa Indonesia, subjek gampang dikenali lantaran tidak mungkin berupa kategori pronomina introgatif (kata ganti tanya).
Kalimat berikut ini terdiri atas dua konstituen: kawannya dan pulang.
(g) Kawannya pulang.
Konstituen pulang merupakan sentra dan verba itu sekaligus menjadi predikat kalimat. Kata pulang menjadi predikat lantaran kata tersebut “membicarakan” tindak kawannya. Konstituen pendamping kawannya merupakan subjek kalimat.
Di samping subjek dan predikat, ada lagi fungsi-fungsi kalimat lainnya yang disebut objek, pelengkap, dan keterangan. Objek yaitu belahan kalimat yang langsung dikenai tindakan predikat. Objek sanggup dikenali dengan dua cara: (1) melihat jenis predikat kalimat dan (2) memperhatikan ciri khas objek. Jika predikat kalimat bersifat aktif transitif,maka sanggup dipastikan bahwa kalimat tersebut mempunyai objek yang posisinya langsung berada di depan unsur predikat tersebut. Selain itu, objek mempunyai ciri khas tertentu yang sanggup menjadi subjek dalam kalimat pasif. Lebih jelas, perhatikanlah kalimat berikut.
(h) Morten menundukkan Icuk.
Konstituen Icuk sebagai objek muncul lantaran dituntut oleh predikat transitif menundukkan. Bahwa Icuk berfungsi sebagai objek semakin terperinci dengan memperhatikan kalimat pasif (i) di bawah ini.
(i) Icuk ditundukkan Morten.
Kata Icuk, yang sebelumnya berfungsi sebagai objek kalimat aktif (h), sekarang berfungsi sebagai subjek pada kalimat pasif (i).
Pelengkap yaitu belahan kalimat berupa nomina, verba, atau ajektiva yang berada di belakang verba semitransitif, dan sanggup didahului oleh preposisi. Orang sering mencampuradukkan konsep objek dengan perhiasan lantaran memang keduanya mempunyai kemiripan. Baik objek maupun perhiasan sering berwujud nomina atau kata benda, dan keduanya sering menempati posisi yang sama di dalam kalimat, yakni di belakang verba. Perhatikanlah kedua kalimat berikut ini.
(j) Putri mendagangkan pakaian muslimah di Petisah.
(k) Putri berdagang pakaian muslimah di Petisah.
Pada kedua pola kalimat di atas tampak bahwa pakaian muslimah adalah nomina dan berdiri di belakang verba mendagangkan dan berdagang. Namun demikian, fungsi nomina dimaksud berbeda pada kedua kalimat tersebut.
Pada kalimat (j), nomina pakaian muslimah berfungsi sebagai objek, sedangkan pada kalimat (k) befungsi sebagai pelengkap. Perbedaan fungsi nomina ini ditetapkan sesudah melihat jenis predikat masing-masing kalimat.
Pada kalimat (j), nomina pakaian muslimah terletak di belakang predikat transitif, sedangkan pada kalimat (k), nomina itu terletak di belakang predikat semitransitif.
Kalimat (j), lantaran berpredikat transitif, sanggup dipasifkan menjadi (l) berikut ini:
(l) Pakaian muslimah didagangkan Putri di Petisah
Pada kalimat pasif (l), nomina pakaian muslimah -- yang sebelumnya berfungsi sebagai objek kalimat aktif (j) – berfungsi sebagai subjek.
Sementara itu, kalimat (k), lantaran berpredikat semitransitif, tidak sanggup dipasifkan.
Fungsi kalimat selanjutnya yaitu keterangan. Keterangan merupakan satu-satunya fungsi dalam kalimat yang tidak termasuk unsur inti. Dengan pernyataan lain, fungsi keterangan dalam kalimat berkategori bukan unsur inti. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, unsur bukan inti dalam kalimat sanggup dihilangkan, tanpa mengubah esensi makna kalimat. Unsur bukan inti yaitu unsur yang menunjukkan keterangan tambahan kepada unsur inti.
Perhatikanlah kalimat (m) dan (n) berikut ini.
(m) Soraya memotong rambutnya.
(n) Soraya memotong rambutnya di kamar.
Kalimat (m) terdiri atas tiga unsur inti, masing-masing Soraya, memotong, dan rambutnya. Tanpa tambahan unsur lain pun, kalimat (m) sudah memberikan makna atau pesan yang utuh.
Unsur di kamar pada (n) yaitu keterangan yang sifatnya mana suka, tetapi menunjukkan makna tambahan pada kalimat (n). Wujud keterangan sanggup berupa nomina tunggal mirip kamar, atau nomina yang berpreposisi, mirip di kamar.
Makna keterangan di dalam kalimat ditentukan oleh perpaduan unsur-unsur yang terdapat di dalam kalimat. Dengan demikian ditemukanlah, misalnya, ‘makna tempat’ untuk kata di kamar pada kalimat (n). Berikut ini yaitu aneka ragam makna unsur keterangan di dalam kalimat.
A. keterangan daerah : di jembatan, ke Medan, dari Aceh
B. keterangan waktu : kemarin, tadi pagi, bulan yang lalu, tahun 1945
C. keterangan alat : dengan gunting, dengan cangkul
D. keterangan tujuan : semoga sehat, supaya sembuh
E. keterangan penyerta : dengan adik saya, bersama ibu
F. keterangan cara : secara hukum, dengan hati-hati
G. keterangan similatif : bagaikan dewi, mirip angin
H. keterangan lantaran : lantaran wanita itu, lantaran kecerobohannya
I. keterangan saling : satu sama lain.
(lihat: Moeliono dan Soenjono Dardjowidjojo (ed), 1988: 254-266)
4. Kaidah Semantik
4.1 Konsep Semantik
Menurut Keraf (1984: 129), semantik yaitu belahan tata bahasa yang meneliti makna dalam bahasa tertentu; mencari asal mula dan perkembangan dari suatu kata. Ditambahkan Keraf, di dalam semantik hanya dibicarakan ihwal makna kata dan perkembangan makna kata. Kridalaksana (2008: 216) mengatakan, semantik yaitu sistem dan penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.
Dua batasan mengenai semantik di atas menyebutkan bahwa foKus kajian semantik tidak lain yaitu makna kata dalam satu bahasa. Simpulan ini ditegaskan juga oleh Oka dan Suparno (1994: 229) bahwa semantik, yang disesuaikan dari istilah bahasa Inggeris semantics, merupakan salah satu disiplin kajian bahasa yang mengkaji makna. Para andal bahasa menunjukkan pengertian semantic sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari hubungan antara gejala linguiostik atau gejala lingual dengan hal-hal yang ditandainya (makna).
Semantik sebagai teori berlaku untuk semua bahasa, tetapi sebagai terapan untuk suatu bahasa, semantic hanya berlaku untuk bahasa yang bersangkutan. Dengan pernyataan terakhir ini berarti bahwa analisis semantik untuk sebuah bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja. Hal ini sanggup dipahami lantaran setiap bahasa mempunyai caranya sendiri dalam pembentukan makna sejalan dengan kekhasan masyarakatnya. Pada system makna bahasa Inggeris, misalnya, terdapat satu kata rice yang di dalam bahasa Indonesia sanggup berarti ‘padi’, ‘beras’, atau ‘nasi’.
Di dalam bahasa Jawa terdapat pemilahan yang lebih rumit lagi. Padi yang masih bertangkai disebut pari; padi yang sudah lepas dari tangkainya disebut gabah; isi padi yang utuh disebut beras; isi padi yang pecah-pecah dan berbentuk kecil disebut menir; dan beras yang sudah dimasak disebut sega.
Demikianlah, makna itu unik pada tiap masyarakat bahasa. Keunikan tersebut dimungkinkan terjadi lantaran makna tidak sanggup dilepaskan begitu saja dari sistem budaya dan lingkungan masyarakat bersangkutan.
4.2 Jenis-jenis Makna
Makna kata berarti maksud atau arti suatu kata atau isi suatu pembicaraan. Makna suatu kata sanggup kita ketahui dari kamus. Namun demikian, makna kata sanggup mengalami perubahan yang disebabkan oleh penggunaannya dalam kalimat serta situasi penggunaannya. Perhatikan, misalnya, kata pintar. Dalam kamus, kata itu bermakna ‘pandai’, ‘cakap’, ‘cerdik’, ‘banyak akal’, atau ‘mahir melaksanakan sesuatu’. Kata itu akan berubah-ubah makananya apabila sudah digunakan dalam kalimat. Berikut contohnya.
(a) El-Islami termasuk anak pintar (pandai). di sekolahnya.
(b) Cobalah bertanya kepada orang pintar (dukun) untuk penyakitmu itu..
(c) Pintar (bodoh) sekali kau ini, ya. Makanya, jangan menonton terlalu malam (bodoh).
Kata pintar dalam kalimat (a) masih sesuai dengan makna dalam kamus. Kata itu berarti ‘pandai’. Akan tetapi, kata itu sudah mengalami perubahan makna saat digunakan dalam kalimat berikutnya. Perubahan-perubahan tersebut disebabkan oleh konteks kalimat (b) dan situasi penggunaannya (c). Karena digunakan pada anak yang nilainya buruk serta penuturnya yang bernada marah, maka pandai dalam kalimat itu bukannya bermakna ‘pintar’. Akan tetapi, sebaliknya, kata itu justru bermakna ‘bodoh’.
Berdasarkan pola di atas, untuk mengetahui makna suatu kata tidak cukup dengan hanya memakai kamus. Kita harus pula memperhatikan kalimat serta situasi penggunaan kata itu. Dengan cara demikian, pemahaman kita terhadap suatu kata akan lebih sempurna atau mendekati maksud yang diinginkan oleh pembicara atau penulisnya.
Makna kata sanggup dikelompokkan atas beberapa jenis. Syarif dkk. (2016: 71) mengelompokkan makna kata atas 14 jenis, yakni (1) makna denotasi-konotasi, (2) makna kana umum-kata khusus, (3) sinonim, (4) antonym, (5) homonim, (6) homograf, (7) homofon, (8) polisemi, (9) ekspansi makna, (10), (11), (12), (13, dan (14).
4.2.1. Makna Denotasi dan Makna Konotasi
Makna kata terbagi atas dua bagian, masing-masing makna denotasi dan makna konotasi. Makna denotasi yaitu makna yang tidak mengalami perubahan apapun dari makna asalnya; sedangkan makna konotasi yaitu makna yang telah mengalami penambahan-penambahan dari makna asalnya.
Contoh:
ibu guru -- ibu jari
tangan panjang -- panjang tangan
kepala besar -- besar kepala
Kelompok kata pada lajur kiri mempunyai makna yang sesuai dengan kamus. Sebaliknya, makna kelompok kata pada lajur kanan sudah menyimpang dari makna kamus. Makna kelompok kata pada lajur kiri disebut makna denotatif, sedangkan makna kelompok kata pada lajur kanan disebut makna konotatif
4.2.2 Makna Kata Umum-Makna Kata Khusus
1. Kaidah Ejaan
Kaidah ejaan yaitu keseluruhan peraturan ihwal bagaimana memakai lambang-lambang bunyi bahasa dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang tersebut (pemisahan dan enggabungannya). Secara teknis, kaidah ejaan dan tanda baca yaitu aturan-aturan mengenai penulisan huruf, penulisan kata, dan penulisan tanda baca. Seperti diketahui bahwa kaidah ejaan mengatur penggunaan beragam
lambang kebahasaan yang berdimensi luas. Pembahasan menyeluruh mengenai kaidah ejaan tersebut tidak mungkin dilakukan pada belahan ini. Pembahasan dibatasi pada kaidah-kaidah ejaan yang sangat produktif penggunaannya di dalam masyarakat.
1.1 Penulisan Huruf
Pada belahan ini akan dideskripsikan kaidah-kaidah yang berlaku mengenai pemakaian abjad dalam bahasa Indonesia, yakni pemakaian abjad kapital dan abjad miring.
1.1.1 Huruf Kapital
Istilah abjad kapital sering juga diganti dengan abjad besar. Huruf ini digunakan sebagai abjad pertama:
(a) kata pada awal kalimat
(b) petikan langsung (yang utuh)
(c) dalam ungkapan yang bekerjasama dengan nama Tuhan dan suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan,
(d) nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang (Mahaputera Yamin, Sultan Hasanuddin, Haji Amir)
(e) nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang (Wakil Presiden Yusuf Kalla, Jenderal Tito Karnavian)
(f) nama orang
(g) nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa
(h) nama tahun, bulan, hari raya, dan insiden sejarah
(i) nama khas dalam geografi
(j) nama tubuh resmi, forum pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi
(k) nama semua kata dalam judul buku, majalah, surat kabar, kecuali kata partikel, mirip di, ke, dari, untuk, yang, dan yang tidak terletak pada posisi awal
(l) singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan
(m)kata penunjuk hubungan kekerabatan, mirip bapak, ibu, adik, paman yang dIpakai sebagai kata ganti sapaan
1.1.2 Huruf Miring
Huruf miring yaitu abjad yang posisinya dimiringkan dalam cetakan.
Huruf miring digunakan untuk:
(a) menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan;
Contoh: Dia mendengar isu itu dari Kompas.
(b) menegaskan atau mengkhususkan huruf, belahan kata atau kelompok kata;
Contoh: Seluruh karyawan diwajibkan menghadiri program tersebut.
(c) menuliskan kata atau ungkapan asing, kata nama ilmiah, kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Contoh: Hari-harinya padat dengan facebook.
1.2 Penulisan Kata
Kaidah penulisan kata mencakup kaidah penggabungan kata, penulisan kata ganti kau, ku, mu, dan nya, kata depan di, ke dan dari, kata turunan, serta singkatan dan akronim.
1.2.1 Gabungan Kata
Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang sanggup menjadikan kesalahan pengertian sanggup diberi tanda hubung untuk menegaskan pertaliannya.
Contoh: alat pandang-dengar
Buku sejarah-lama (sebagai imbangan buku sejarah moderen).
1.2.2 Kata ganti ku, kau, mu, dan nya
Kata ganti ku, kau, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
(1) a. Ketidakjujuran tidak kusukai.
b. Ketidakjujuran tidak aku sukai.
(2) a. Lawan harus kaukalahkan dengan cara yang sportif.
b. Lawan harus engkau kalahkan dengan cara yang sportif.
(3) a. Aku tahu, buku itu milikmu.
b. Aku tahu, buku itu milik kamu.
1.2.3 Kata Turunan
Jika bentuk dasar berupa adonan kata dan sekaligus menerima awalan dan akhiran, kata-kata itu ditulis serangkai.
Contoh: (1) tidak adil + ke-an ....................... ketidakadilan
Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘tiap’, dan ‘demi’ ditulis terpisah
Contoh: (1) a. Mereka masuk satu per satu.
b. Mereka masuk satu persatu (x)
(2) a. Harganya Rp 3.000,00 per helai.
b. Harganya Rp 3.000,00 perhelai (x).
(3) Gaji naik per 1 April.
1.2.4 Singkatan dan Akronim
Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik (.).
Contoh: M. Amin, Drs., Prof., Kol.
Singkatan yang terdiri atas abjad awal kata ditulis dengan abjad kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik (.).
Contoh: MPR
Singkatan umum terdiri atas tiga abjad atau lebih diikuti tanda titik.
Contoh: dst., dsb., dkk., dto.
Akronim yaitu singkatan yang terdiri atas adonan abjad awal, adonan suku kata, atau adonan abjad dan suku kata yang diperlakukan sebagai kata, seperti:
Contoh: ABRI, PASI, SIM
Akabri, Bappenas
Akronim yang bukan nama diri/lembaga ditulis sebagai berikut:
pemilu, rapim, tilang
2. Kaidah Morfologi (Pembentukan Kata)
2.1 Kaidah Kata Imbuhan
Kata berimbuhan yaitu kata yang telah mengalami proses pengimbuhan (afiksasi). Imbuhan atau afiks yaitu satuan bahasa yang digunakan dalam bentuk dasar untuk menghasilkan suatu kata. Hasil dari proses pengimbuhan itulah yang kemudian membentuk kata gres yang disebut kata berimbuhan.
Imbuhan dalam bahasa Indonesia jumlahnya bermacam-macam.
Secara garis besar imbuhan tersebut dibagi ke dalam empat jenis, yakni prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Prefiks atau awalan yaitu imbuhan yang diikatkan di depan bentuk dasar.
Contoh:
me(N)- → membaca, menulis, menyapa
ber- → berjalan, berbicara, bermalam
di- → dibaca, ditulis, disapa
ter- → terbawa, termakan, terindak
pe(N)- → penjual, pembeli, penulis
per- → peranak, peristri
se- → sekelas, setara, secangkir
ke- → kepada, kekasih, kedua
maha- → mahakuasa, mahaagung, mahakuasa
Infiks atau sisipan yaitu imbuhan yang diikatkan di tengah bentuk dasar.
Contoh:
-el-, → geletar, telunjuk
-em- → gemetar
-er- → gemertak, seruling, gerigi
Sufiks atau akhiran yaitu imbuhan yang diikatkan di belakang bentuk
dasar.
Contoh:
-kan → tanamkan, bacakan, lembarkan
-an → tulisan, bacan, lemparan
-i → akhiri, jajaki, tulisi
-nya → agaknya, rupanya
-wan → rupawan, hartawan, ilmuwan
Konfiks adalah imbuhan yang dilekatkan di depan-belakang bentuk dasar secara bersamaan.
Contoh:
ke-an → keamanan, kesatuan, kebetulan
pe(N)-an → penanaman, pemahaman, penyesuaian
per-an → perusahaan, persawahan, pertokoan
ber-an → berhamburan, bersamaan, bersalaman
se-nya → selama-lamanya, sejauh-jauhnya
2.2 Kaidah Kata Ulang
Kata ulang (reduplikasi) yaitu kata yang mengalami proses perulangan, baik sebagian atau pun seluruhnya dengan disertai perubahan bunyi atau pun tidak. Kata ulang mempunyai beberapa makna, di antaranya, yaitu makna ‘banyak taktentu’, mirip pola berikut.
batu-batu negara-negara
buku-buku orang-orang
kuda-kuda pohon-pohon
makanan-makanan peraturan-peraturan
menteri-menteri rumah-rumah
Ada juga kata ulang yang bermakna ‘banyak dan bermacam-macam’,
mirip pola berikut:
bau-bauan, dedaunan
bibit-bibitan, lauk-pauk
buah-buahan, pepohonan
bumbu-bumbuan, sayur-mayur
bunyi-bunyian, tanam-tanaman
Makna kata ulang lainnya yaitu ‘menyerupai dan bermacammacam’, seperti pola berikut ini:
kuda-kuda mobil-mobilan
kuda-kudaan orang-orangan
kucing-kucingan robot-robotan
langit-langit rumah-rumahan
biro belakang layar siku-siku.
Makna kata ulang berikutnya yaitu ‘agak atau melemahkan sesuatu’ yang disebut pada kata dasar
Contoh:
kebarat-baratan , malu-malu
kehijau-hijauan, pening-pening
keinggris-inggrisan, sakit-sakitan
kekanak-kanakan, tidur-tiduran
kekuning-kuningan
Kata ulang sanggup pula bermakna ‘Intensitas kualitatif’, mirip terlihat pada pola berikut ini:
keras-keras, segiat-giatnya
kuat-kuat, setinggi-tingginya
Di samping itu, kata ulang sanggup bermakna ‘intensitas kuantitatif’, mirip pola berikut:
bercakap-cakap, manggut-manggut
berlari-lari, mengangguk-angguk
berputar-putar, mondar-mandir
bolak-balik, tersenyum-senyum
menggeleng-gelengkan, tertawa-tawa
Kata-kata ulang di dalam pola berikut ini menunjukkan makna ‘kolektif’
dua-dua, kedua-duanya
empat-empat, ketiga-tiganya
Terakhir, kata ulang sanggup bermakna ‘saling’, mirip yang tampak pada contoh-contoh di bawah ini.
berpandang-pandangan, pukul-pukulan
bersalam-salaman tendang-menendang
lempar-lemparan, tolong-menolong
2.3 Kaidah Kata Majemuk
Kata beragam sering didefinisikan sebagai adonan dua kata atau lebih yang membentuk makna baru. Dalam definisi mirip ini, konstruksi kata beragam tidak sanggup dibedekan dari konstruksi idiom. Padahal, konstruksi yang benar-benar menjadikan makna gres yaitu idiom. Perhatikanlah dengan cermat beberapa konstruksi di bawah ini.
(1) rumah makan, matahari,
(2) kambing hitam.
Makna semua konstruksi yang terdapat pada (1) masih bekerjasama dengan salah satu makna unsur yang membangunnya. Makna konstruksi rumah makan, misalnya, masih bekerjasama dengan makna rumah. Begitu juga dengan makna konstruksi matahari masih bekerjasama dengan hari. Artinya, adonan kata itu tidak menjadikan makna gres sama sekali. Konstruksi mirip inilah yang lazim dan sanggup disebut sebagai kata majemnuk.
Tidak demikian halnya dengan makna konstruksi kambing hitam.
Makna konstruksi itu tidak bekerjasama sama sekali dengan kambing maupun hitam. Dengan kata lain, adonan kata kambing dan hitam sungguh-sungguh menjadikan makna baru. Konstruksi mirip ini lazim disebut sebagai idiom.
Kata beragam sanggup dikelompokkan ke dalam beberapa jenis menurut jenis kata utama yang membentuk konstruksinya. Dengan begitu, dikenallah kata-kata mejemuk jenis kata kerja, kata sifat, dan kata benda.. Kata beragam jenis kata kerja sanggup dilihat pada contoh-contoh berikut:
sabung domba, membanting stir
sabung argument, memikat hati
berbadan dua, memberi hati
maju mundur, mengambil hati
Kata beragam jenis kata benda sanggup dilihat di dalam contohcontoh berikut ini:
air terjun, darah daging
anak emas, harga diri
anak didik, jalan damai
Contoh-contoh di bawah ini termasuk kata beragam jenis kata sifat.
besar kepala, lanjut usia
darah tinggi, lemah lembut
keras kepala, ringan tangan
lurus hati, bau tanah bangka.
3. Kaidah Sintaksis
3.1 Pengertian Sintaksis
Menurut Kridalaksana (2008: 222), sintaksis yaitu ilmu yang mengatur hubungan kata dengan kata, atau satuan-satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Verhaar (1981: 70) mengatakan, sintaksis yaitu bidang ilmu yang menyelidiki semua hubungan antarkata (atau antarfrasa) dalam satuan kalimat. Lebih rinci, Keraf (1984: 137) menjelaskan bahwa sintaksis yaitu belahan dari tata bahasa yang mempelajari dasar-dasar dan proses-proses pembentukan kalimat dalam satu bahasa.
Dari banyak sekali pengertian sintaksis di atas sanggup disimpulkan bahwa sintaksis yaitu cabang ilmu tata bahasa yang mengkaji hubungan kata/frasa dengan kata/frasa di dalam kalimat.
3.2 Hakikat Kalimat
Kalimat yaitu belahan terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahsaan. Dalam wujud lisan, kalimat diiringi oleh alunan titi nada, disela oleh jeda, diakhiri oleh intonasi selesai, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya perpaduan atau asimilasi bunyi. Dalam wujud tulisan, kalimat dimulai dengan abjad kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru.
Jika diamati lebih teliti, kalimat terdiri atas bagian inti dan bukan inti.
Bagian kalimat yang tidak sanggup dihilangkan yaitu belahan inti, sedangkan yang sanggup dihilangkan yaitu belahan bukan inti. Perhatikanlah pola kalimat berikut ini.
(a) Kami kemarin sore mendatangi pertemuan itu.
Kalimat di atas terdiri atas empat bagian, masing-masing kami, kemarin sore, mendatangi, dan pertemuan itu. Dari keempat belahan kalimat ini, hanya belahan kemarin sore yang sanggup dihilangkan tanpa mengganggu esensi makna kalimat itu. Bagian kalimat lainnya tidak sanggup dihilangkan. Dengan demikian, kita hanya sanggup mendapatkan kalimat (b) di bawah ini, tetapi harus menolak kalimat (c), (d), dan (e).
(b) Kami mendatangi pertemuan itu.
(c) Kami kemarin sore pertemuan itu. (X)
(d) Kami kemarin sore mendatangi. (X)
(e) Kemarin sore mendatangi pertemuan itu. (X)
Dari paparan di atas dapatlah diketahui bahwa belahan kemarin sore bukanlah belahan inti kalimat, sedangkan belahan lainnya dalam kalimat tersebut merupakan belahan inti.
3.3 Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk
Pada kalimat (a) di atas, bagian-bagian inti kalimat merupakan satu kesatuan. Penghilangan salah satu belahan saja dari ketiga belahan inti itu akan meruntuhkan identitas sisanya sebagai kalimat, sebagaimana terbukti pada kalimat-kalimat (b), (c), dan (d) di atas. Kalimat yang terdiri atas satu kesatuan belahan inti, baik dengan maupun tanpa belahan bukan inti, disebut kalimat tunggal. Kalimat-kalimat (a) dan (b) di atas yaitu pola kalimat tunggal.
Kalimat sanggup pula terdiri atas lebih dari satu kesatuan belahan inti, baik dengan maupun tanpa belahan bukan inti. Kalimat mirip ini disebut kalimat majemuk. Dengan kata lain, bila dilihat dari sudut pembentukannya, kalimat beragam sanggup dikatakan berasal dari dua atau lebih kalimat tunggal. Dalam hal ini, kalimat-kalimat tunggal yang bersangkutan sanggup dipandang sebagai unsure yang disebut klausa. Lebih jauh mengenai klausa sanggup dilihat pada pola berikut ini.
(f) Nona sedang mencar ilmu dan adiknya membersihkan daerah tidur.
Kalimat (f) dibuat dari dua kesatuan belahan inti, masing-masing (f1) Nona sedang mencar ilmu dan (f2) Adiknya membersihkan daerah tidur.
Kedua kesatuan belahan itu tersebut digabung dengan memakai konjungsi dan. Dengan demikian, kalimat (f) yaitu kalimat beragam yang mengandung dua buah klausa, masing-masing (f1) dan (f2).
3.4 Subjek, Predikat, Objek, Pelengkap, dan Keterangan Kalimat tunggal, yang terdiri atas dua konstituen atau bagian, bila dilihat dari aspek fungsi sintaksisnya, selalu berupa subjek dan predikat.
Dengan demikian, subjek dan predikat merupakan unsur minimal yang harus ada pada sebuah kalimat. Subjek yaitu belahan kalimat yang tentangnya “dibicarakan” oleh predikat. Subjek lazimnya berada di depan predikat.
Di dalam bahasa Indonesia, subjek gampang dikenali lantaran tidak mungkin berupa kategori pronomina introgatif (kata ganti tanya).
Kalimat berikut ini terdiri atas dua konstituen: kawannya dan pulang.
(g) Kawannya pulang.
Konstituen pulang merupakan sentra dan verba itu sekaligus menjadi predikat kalimat. Kata pulang menjadi predikat lantaran kata tersebut “membicarakan” tindak kawannya. Konstituen pendamping kawannya merupakan subjek kalimat.
Di samping subjek dan predikat, ada lagi fungsi-fungsi kalimat lainnya yang disebut objek, pelengkap, dan keterangan. Objek yaitu belahan kalimat yang langsung dikenai tindakan predikat. Objek sanggup dikenali dengan dua cara: (1) melihat jenis predikat kalimat dan (2) memperhatikan ciri khas objek. Jika predikat kalimat bersifat aktif transitif,maka sanggup dipastikan bahwa kalimat tersebut mempunyai objek yang posisinya langsung berada di depan unsur predikat tersebut. Selain itu, objek mempunyai ciri khas tertentu yang sanggup menjadi subjek dalam kalimat pasif. Lebih jelas, perhatikanlah kalimat berikut.
(h) Morten menundukkan Icuk.
Konstituen Icuk sebagai objek muncul lantaran dituntut oleh predikat transitif menundukkan. Bahwa Icuk berfungsi sebagai objek semakin terperinci dengan memperhatikan kalimat pasif (i) di bawah ini.
(i) Icuk ditundukkan Morten.
Kata Icuk, yang sebelumnya berfungsi sebagai objek kalimat aktif (h), sekarang berfungsi sebagai subjek pada kalimat pasif (i).
Pelengkap yaitu belahan kalimat berupa nomina, verba, atau ajektiva yang berada di belakang verba semitransitif, dan sanggup didahului oleh preposisi. Orang sering mencampuradukkan konsep objek dengan perhiasan lantaran memang keduanya mempunyai kemiripan. Baik objek maupun perhiasan sering berwujud nomina atau kata benda, dan keduanya sering menempati posisi yang sama di dalam kalimat, yakni di belakang verba. Perhatikanlah kedua kalimat berikut ini.
(j) Putri mendagangkan pakaian muslimah di Petisah.
(k) Putri berdagang pakaian muslimah di Petisah.
Pada kedua pola kalimat di atas tampak bahwa pakaian muslimah adalah nomina dan berdiri di belakang verba mendagangkan dan berdagang. Namun demikian, fungsi nomina dimaksud berbeda pada kedua kalimat tersebut.
Pada kalimat (j), nomina pakaian muslimah berfungsi sebagai objek, sedangkan pada kalimat (k) befungsi sebagai pelengkap. Perbedaan fungsi nomina ini ditetapkan sesudah melihat jenis predikat masing-masing kalimat.
Pada kalimat (j), nomina pakaian muslimah terletak di belakang predikat transitif, sedangkan pada kalimat (k), nomina itu terletak di belakang predikat semitransitif.
Kalimat (j), lantaran berpredikat transitif, sanggup dipasifkan menjadi (l) berikut ini:
(l) Pakaian muslimah didagangkan Putri di Petisah
Pada kalimat pasif (l), nomina pakaian muslimah -- yang sebelumnya berfungsi sebagai objek kalimat aktif (j) – berfungsi sebagai subjek.
Sementara itu, kalimat (k), lantaran berpredikat semitransitif, tidak sanggup dipasifkan.
Fungsi kalimat selanjutnya yaitu keterangan. Keterangan merupakan satu-satunya fungsi dalam kalimat yang tidak termasuk unsur inti. Dengan pernyataan lain, fungsi keterangan dalam kalimat berkategori bukan unsur inti. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, unsur bukan inti dalam kalimat sanggup dihilangkan, tanpa mengubah esensi makna kalimat. Unsur bukan inti yaitu unsur yang menunjukkan keterangan tambahan kepada unsur inti.
Perhatikanlah kalimat (m) dan (n) berikut ini.
(m) Soraya memotong rambutnya.
(n) Soraya memotong rambutnya di kamar.
Kalimat (m) terdiri atas tiga unsur inti, masing-masing Soraya, memotong, dan rambutnya. Tanpa tambahan unsur lain pun, kalimat (m) sudah memberikan makna atau pesan yang utuh.
Unsur di kamar pada (n) yaitu keterangan yang sifatnya mana suka, tetapi menunjukkan makna tambahan pada kalimat (n). Wujud keterangan sanggup berupa nomina tunggal mirip kamar, atau nomina yang berpreposisi, mirip di kamar.
Makna keterangan di dalam kalimat ditentukan oleh perpaduan unsur-unsur yang terdapat di dalam kalimat. Dengan demikian ditemukanlah, misalnya, ‘makna tempat’ untuk kata di kamar pada kalimat (n). Berikut ini yaitu aneka ragam makna unsur keterangan di dalam kalimat.
A. keterangan daerah : di jembatan, ke Medan, dari Aceh
B. keterangan waktu : kemarin, tadi pagi, bulan yang lalu, tahun 1945
C. keterangan alat : dengan gunting, dengan cangkul
D. keterangan tujuan : semoga sehat, supaya sembuh
E. keterangan penyerta : dengan adik saya, bersama ibu
F. keterangan cara : secara hukum, dengan hati-hati
G. keterangan similatif : bagaikan dewi, mirip angin
H. keterangan lantaran : lantaran wanita itu, lantaran kecerobohannya
I. keterangan saling : satu sama lain.
(lihat: Moeliono dan Soenjono Dardjowidjojo (ed), 1988: 254-266)
4. Kaidah Semantik
4.1 Konsep Semantik
Menurut Keraf (1984: 129), semantik yaitu belahan tata bahasa yang meneliti makna dalam bahasa tertentu; mencari asal mula dan perkembangan dari suatu kata. Ditambahkan Keraf, di dalam semantik hanya dibicarakan ihwal makna kata dan perkembangan makna kata. Kridalaksana (2008: 216) mengatakan, semantik yaitu sistem dan penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.
Dua batasan mengenai semantik di atas menyebutkan bahwa foKus kajian semantik tidak lain yaitu makna kata dalam satu bahasa. Simpulan ini ditegaskan juga oleh Oka dan Suparno (1994: 229) bahwa semantik, yang disesuaikan dari istilah bahasa Inggeris semantics, merupakan salah satu disiplin kajian bahasa yang mengkaji makna. Para andal bahasa menunjukkan pengertian semantic sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari hubungan antara gejala linguiostik atau gejala lingual dengan hal-hal yang ditandainya (makna).
Semantik sebagai teori berlaku untuk semua bahasa, tetapi sebagai terapan untuk suatu bahasa, semantic hanya berlaku untuk bahasa yang bersangkutan. Dengan pernyataan terakhir ini berarti bahwa analisis semantik untuk sebuah bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja. Hal ini sanggup dipahami lantaran setiap bahasa mempunyai caranya sendiri dalam pembentukan makna sejalan dengan kekhasan masyarakatnya. Pada system makna bahasa Inggeris, misalnya, terdapat satu kata rice yang di dalam bahasa Indonesia sanggup berarti ‘padi’, ‘beras’, atau ‘nasi’.
Di dalam bahasa Jawa terdapat pemilahan yang lebih rumit lagi. Padi yang masih bertangkai disebut pari; padi yang sudah lepas dari tangkainya disebut gabah; isi padi yang utuh disebut beras; isi padi yang pecah-pecah dan berbentuk kecil disebut menir; dan beras yang sudah dimasak disebut sega.
Demikianlah, makna itu unik pada tiap masyarakat bahasa. Keunikan tersebut dimungkinkan terjadi lantaran makna tidak sanggup dilepaskan begitu saja dari sistem budaya dan lingkungan masyarakat bersangkutan.
4.2 Jenis-jenis Makna
Makna kata berarti maksud atau arti suatu kata atau isi suatu pembicaraan. Makna suatu kata sanggup kita ketahui dari kamus. Namun demikian, makna kata sanggup mengalami perubahan yang disebabkan oleh penggunaannya dalam kalimat serta situasi penggunaannya. Perhatikan, misalnya, kata pintar. Dalam kamus, kata itu bermakna ‘pandai’, ‘cakap’, ‘cerdik’, ‘banyak akal’, atau ‘mahir melaksanakan sesuatu’. Kata itu akan berubah-ubah makananya apabila sudah digunakan dalam kalimat. Berikut contohnya.
(a) El-Islami termasuk anak pintar (pandai). di sekolahnya.
(b) Cobalah bertanya kepada orang pintar (dukun) untuk penyakitmu itu..
(c) Pintar (bodoh) sekali kau ini, ya. Makanya, jangan menonton terlalu malam (bodoh).
Kata pintar dalam kalimat (a) masih sesuai dengan makna dalam kamus. Kata itu berarti ‘pandai’. Akan tetapi, kata itu sudah mengalami perubahan makna saat digunakan dalam kalimat berikutnya. Perubahan-perubahan tersebut disebabkan oleh konteks kalimat (b) dan situasi penggunaannya (c). Karena digunakan pada anak yang nilainya buruk serta penuturnya yang bernada marah, maka pandai dalam kalimat itu bukannya bermakna ‘pintar’. Akan tetapi, sebaliknya, kata itu justru bermakna ‘bodoh’.
Berdasarkan pola di atas, untuk mengetahui makna suatu kata tidak cukup dengan hanya memakai kamus. Kita harus pula memperhatikan kalimat serta situasi penggunaan kata itu. Dengan cara demikian, pemahaman kita terhadap suatu kata akan lebih sempurna atau mendekati maksud yang diinginkan oleh pembicara atau penulisnya.
Makna kata sanggup dikelompokkan atas beberapa jenis. Syarif dkk. (2016: 71) mengelompokkan makna kata atas 14 jenis, yakni (1) makna denotasi-konotasi, (2) makna kana umum-kata khusus, (3) sinonim, (4) antonym, (5) homonim, (6) homograf, (7) homofon, (8) polisemi, (9) ekspansi makna, (10), (11), (12), (13, dan (14).
4.2.1. Makna Denotasi dan Makna Konotasi
Makna kata terbagi atas dua bagian, masing-masing makna denotasi dan makna konotasi. Makna denotasi yaitu makna yang tidak mengalami perubahan apapun dari makna asalnya; sedangkan makna konotasi yaitu makna yang telah mengalami penambahan-penambahan dari makna asalnya.
Contoh:
ibu guru -- ibu jari
tangan panjang -- panjang tangan
kepala besar -- besar kepala
Kelompok kata pada lajur kiri mempunyai makna yang sesuai dengan kamus. Sebaliknya, makna kelompok kata pada lajur kanan sudah menyimpang dari makna kamus. Makna kelompok kata pada lajur kiri disebut makna denotatif, sedangkan makna kelompok kata pada lajur kanan disebut makna konotatif
4.2.2 Makna Kata Umum-Makna Kata Khusus
Kata umum yaitu kata yang ruang lingkupnya mencakup belahan bagian dari kata lainnya. Sementara itu, kata khusus yaitu kata yang cakupannya lebih sempit dan merupakan belahan atau anggota dari kata lainnya. Lebih lanjut, perhatikanlah deskripsi di bawah ini. Kata Umum Kata Khusus 1. Buah: mangga, papaya, apel, duku 2. Bunga: mawar, melati, tulip, anggerek |
4.2.3 Sinonim Sinonim yaitu kata-kata yang sama atau hampir sama maknanya, tetapi bentuk katanya berbeda. Contoh: binatang - binatang pandai - pandai isu - kabar hutan – rimba | |||||||||||||||
4.2.4 Antonim Antonim adalah kata-kata yang berbeda atau berlawanan maknanya. Contoh siang - malam tinggi - pendek awal - akhir 4.2.5 Hominim Homonim yaitu kata-kata yang bentuk dan cara pelafalannya sama, tetapi mempunyai makna yang berbeda. Contoh: genting : 1. gawat, 2. atap sanggup : 1. racun, 2. dapat 4.2.6 Homograf Homograf yaitu kata yang tulisannya sama tetapi pelafalan dan maknanya berbeda. Contoh: a. seri I = berseri-seri, gembira | |||||||||||||||
seri II = bermain seri, seimbang b. teras I = pejabat teras, inti teras II = teras rumah, belahan halaman 4.2.7 Homofon Homofon yaitu kata yang cara pelafalannya sama, tetapi penulisan dan maknanya berbeda. Contoh: a. kol I = sayur kol, tanaman kol II = naik colt, kendaraan b. bang I = Bang Ahmad, kakak bang II = bunga bank, forum penyimanan uang 4.2.8 Polisemi Polisemi yaitu kata yang mempunyai banyak makna. Contoh: jatuh, sakit. 1) Ari jatuh dari bangku. Rupanya ia jatuh hati pada jejaka itu. 2) Nenek dibawa ke dokter lantaran sakit. Bangsa ini sedang sakit. 4.2.9 Perluasan Makna Perluasan makna (generalisasi), terjadi apabila cakupan makna suatu kata lebih luas dari makna asalnya.
4.2.10 Penyempitan Makna Penyempitan makna (spesialisasi), terjadi apabila makna suatu kata lebih sempit cakupannya daripada makna asalnya. | |||||||||||||||
4.2.11 Ameliorasi Ameliorasi adalah perubahan makna kata yang nilai rasanya lebih tinggi daripada kata lain yang sudah ada sebelumnya.
|
4.2.12 Peyorasi
Peyorasi yaitu perubahan makna kata yang nilainya menjadi lebih rendah daripada makna sebelumnya.
Contoh Kata | Makna Asal | Makna Baru |
fundamentalisme | Orang yang berpegang teguh pada prinsip | Orang yang hidup eksklusif; mengutamakan kekerasan |
gerombolan | Orang-orang yang berkumpul | Pengacau |
4.2.13 Sinestesia
Sinestesia yaitu perubahan makna kata jawaban pertukaran tanggapan antara dua indra yang berlainan.
Contoh Kata | Makna Asal | Makna Baru |
suaranya indah | indera penglihatan | indera pendengaran |
sikapnya berangasan | indera peraba | Indera penglihatan |
4.2.14 Asosiasi
Asosiasi yaitu perubahan makna kata yang terjadi lantaran persamaan sifat.
Contoh Kata | Makna Asal | Makna Baru |
amplop | wadah untuk surat | Suap |
buaya | Jenis binatang buas | orang jahat |
TIPS SUKSES DI PRAKONDISI PLPG 2017 BACA DI SINI
MODUL PEDAGOGIK PERSIAPAN PRAKONDISI PLPG 2017 UNDUH DI SINI
MODUL LENGKAP PERSIAPAN PRAKONDISI BAHASA INDONESIA UNDUH DI SINI
SOAL LENGKAP KOMPETENSI PROFESIONAL UNDUH DI SINI
SOAL LENGKAP KOMPETENSI PROFESIONAL UNDUH DI SINI
0 Response to "Modul Iv Persiapan Prakondisi Di Plpg 2017 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia"
Posting Komentar