-->

Iklan

Ogn Sma/Smk Bahan Kompetensi Pedagogik 2


PEMAHAMAN LANDASAN PENDIDIKAN, TEORI BELAJAR, DAN STRATEGI PEMBELAJARAN

Dikutip dari https://www.kesharlindungdikmen.id/, ada lima (5) cakupan materi kompetensi pedagogik pada Olimpiade Guru Nasional (OGN) 2017 sebagai berikut.

1.  Pemahaman penerima didik secara mendalam: prinsip-prinsip perkembangan kognitif penerima didik, prinsip-prinsip kepribadian penerima didik, dan bekal asuh awal penerima didik.

2.  Perancangan pembelajaran, termasuk pemahaman landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran: landasan kependidikan, teori berguru dan pembelajaran, taktik pembelajaran berdasarkan karakteristik penerima didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta rancangan pembelajaran berdasarkan taktik yang dipilih.

3.  Pelaksanaan pembelajaran: penataan latar (setting) pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran yang kondusif.

4.  Perancangan dan pelaksanaan penilaian pembelajaran: penilaian (assessment) proses dan hasil berguru secara berkesinambungan dengan banyak sekali metode, analisis hasil penilaian proses dan hasil berguru untuk menentukan tingkat ketuntasan berguru (mastery learning), dan pemanfaatan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas acara pembelajaran secara umum.

5.  Pengembangan potensi penerima didik untuk mengaktualisasikan kompetensi guru: pengembangan banyak sekali potensi akademik dan nonakademik penerima didik.



Pada postingan ini akan disajikan Ringkasan Materi Cakupan Materi OGN 2017 Kompetensi Pedagogik nomor 2 yaitu : Perancangan pembelajaran, termasuk pemahaman landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran: landasan kependidikan, teori berguru dan pembelajaran, taktik pembelajaran berdasarkan karakteristik penerima didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta rancangan pembelajaran berdasarkan taktik yang dipilih.



I. PENGERTIAN, FUNGSI, DAN PERANAN KURIKULUM

A.    Pengertian

Kurikulum yaitu suatu planning pendidikan, yang menunjukkan pedoman ihwal jenis, lingkup, urutan isi, serta proses pendidikan. Dengan acara itu para siswa melaksanakan banyak sekali kegiatan berguru sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laris pada dirinya. Kurikulum sebagai planning pembelajaran juga diartikan sebagai seperangkat planning dan pengaturan mengenai isi dan materi pelajaran serta cara yang dipakai sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu

B.     Fungsi

1.      Fungsi penyesuaian

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus bisa mengarahkan penerima didik semoga memilki sifat untuk bisa menyesuaikan dengan llingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial.

2.      Fungsi pengintegrasian

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus bisa menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh, dalam hal ini orientasi dan fungsi kurikulum yaitu mendidik penerima didik semoga memilki pribadi yang integral. Siswa intinya merupakan anggota dan kepingan integral dari masyarakat.

3.      Fungsi perbedaan

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus bisa menunjukkan pelayanan terhadap perbedaan individu penerima didik.

 4.      Fungsi persiapan

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus bisa mempersiapkan penerima didik semoga bisa melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih jauh, baik dalam memasuki pendidikan yang lebih tinggi ataupun dalam memasuki kehidupan dalam masyarakat.

5.      Fungsi pemilihan

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus bisa menunjukkan kesempatan kepada penerima didik dalam menentukan programprogram berguru sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

6.      Fungsi diagnostic

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus bisa membantu dan mengarahkan penerima didik untuk sanggup memahami kemampuan dan potensi yang ada dalam dirinya.

C.     Peranan

1.      Peranan konservatif

Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum sanggup dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa kemudian yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada anak didik sebagai generasi penerus.

2.      Peranan kreatif

Perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek lainnya senantiasa terjadi setiap saat. Kurikulum melaksanakan kegiatankegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti menekankan bahwa kurikulum harus bisa menyebarkan sesuatu yang baru. Kurikulum harus sanggup membantu setiap penerima didik dalam mengembangakan potensi dirinya.

3.      Peranan kritis dan evaluative

Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilainilai dan budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa kemudian kepada penerima didik perlu diadaptasi kondisi yang ada di masa sekarang.

II. LANDASAN DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM

A.    Landasan Pengembangan Kurikulum

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan penerima didik dan lingkungannya.

2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik penerima didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan watak istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan.

6. Belajar sepanjang hayat, diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan penerima didik yang berlangsung sepanjang hayat.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

B.  Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum

1. Ilmiah

Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam kurikulum harus benar dan sanggup dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Dalam konteks Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, fakta, konsep, prinsip dan mekanisme yang termuat dalam silabus harus benar dan sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam bidang ilmu tersebut. Penggunaan istilah, notasi atau lambang untuk menunjuk objek tertentu, hendaknya sesuai dengan istilah, notasi atau lambang yang umum dan lazim dipakai dalam bahasa dan sastra Indonesia.

2. Konsisten

Adanya kekerabatan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, serta teknik dan instrumen penilaian. Dengan prinsip konsistensi ini, pemilihan materi pembelajaran, penetapan taktik dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penggunaan sumber dan media pembelajaran, serta penetapan teknik dan penyusunan instrumen penilaian semata-mata diarahkan pada pencapaian kompetensi dasar dalam rangka pencapaian standar kompetensi.

3. Relevan

Pengembangan kurikulum harus mempunyai kesesuaian di antara komponen-komponennya, ibarat tujuan, bahan, strategi, dan evaluasi. Pengembangan kurikulum juga harus relevan dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi, potensi penerima didik, serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis). Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam kurikulum juga harus diadaptasi dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual siswa.

Prinsip ini mendasari pengembangan kurikulum, baik dalam pemilihan materi  pembelajaran, taktik dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penetapan waktu, taktik penilaian maupun dalam mempertimbangkan kebutuhan media dan alat pembelajaran.

4. Ketercukupan

Cakupan indikator, materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar. Dengan prinsip ini, maka tuntutan kompetensi harus sanggup terpenuhi dengan pengembangan materi pelajaran dan kegiatan pembelajaran yang dikembangkan. Sebagai contoh, kalau standar kompetensi dan kompetensi dasar menuntut kemampuan menganalisis suatu obyek belajar, maka materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, dan teknik serta instrumen penilaian harus secara memadai mendukung kemampuan itu.

5. Menyeluruh

Komponen silabus meliputi keseluruhan ranah kompetensi, baik pengetahuan, sikap, maupun praktik (psikomotor). Prinsip ini hendaknya dipertimbangkan, baik dalam menyebarkan materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, maupun penilaiannya.

Kegiatan pembelajaran dalam silabus perlu dirancang sedemikian rupa sehingga penerima didik mempunyai keleluasaan untuk menyebarkan kemampuannya, bukan hanya kemampuan kognitif saja, melainkan juga sanggup mempertajam kemampuan afektif dan psikomotoriknya, serta sanggup secara optimal melatih kecakapan hidup (lifeskill).

6. Fleksibel

Pengembangan kurikulum harus bersifat luwes dalam pelaksanaannya; memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian dengan perkembangan zaman. Keseluruhan komponen dalam kurikulum juga mengakomodasi keragaman penerima didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan kebutuhan masyarakat.

7. Aktual dan Kontekstual

Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memerhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan insiden yang terjadi. Banyak fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi dan sanggup mendukung kemudahan dalam menguasai kompetensi perlu dimanfaatkan dalam pengembangan pembelajaran. Di samping itu, penggunaan media dan sumber berguru berbasis teknologi informasi, ibarat komputer dan internet perlu dioptimalkan.

8. Kontinuitas, pengembangan kurikulum harus memerhatikan kesinambungan, antara tingkat kelas, antara jenjang pendidikan, maupun bantuan dengan jenis pekerjaan.



III.             TEORI BELAJAR

A.  Teori Belajar Behaviorisme

Teori berguru tingkah laris (behaviorisme) memandang berguru sebagai hasil dari pembentukan kekerabatan antara rangsangan dari luar (stimulus) ibarat ‘2 + 2’ dan jawaban dari siswa (response) ibarat ‘4’ yang sanggup diamati. Semakin sering kekerabatan (bond) antara rangsangan dan jawaban terjadi, maka akan semakin kuatlah kekerabatan keduanya (law of exercise). Para penganut teori berguru tingkah laris ini beropini bahwa watu saja akan berlubang kalau ditetesi air terus menerus. Thorndike menyatakan kuat tidaknya kekerabatan ditentukan oleh kepuasan maupun ketidakpuasan yang menyertainya (law of effect). Itulah sebabnya, dua kata kunci berdasarkan para penganutnya selama proses pembelajaran yaitu ‘latihan’ dan ‘ganjaran/ penguatan’. Teori ini menitikberatkan pada perubahan tingkah laris sebagai hasil dari pengulangan. Ganjaran atau penguatan pada hewan ditunjukkan dengan pinjaman sesuatu kalau ia sanggup menuntaskan tugasnya, sehingga hewan tersebut akan mengulangi kegiatannya. Para siswa akan sangat bahagia dan merasa dihargai kalau mereka mendapat hadiah ketika mereka sanggup melaksanakan kiprah dengan baik, sehingga mereka akan berusaha untuk melaksanakan hal yang sama. Namun kalau mereka melaksanakan hal yang salah maka mereka harus mendapat eksekusi semoga ia tidak melaksanakan hal itu lagi. Teori berguru tingkah laris ini menekankan adanya ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement). Semakin banyak ganjaran yang diberikan maka respon yang diharapkan dari siswa akan lebih baik. Selain itu, kalau respon siswa di luar yang diinginkan maka diharapkan adanya konsekuensi eksekusi (punishment) sebagai stimulus semoga respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada atau, dengan kata lain, semoga sikap siswa sesuai yang diinginkan. Khusus untuk punishment ini, beberapa tokoh teori tingkah laku, contohnya Skinner, mempunyai perbedaan pendapat, khususnya lantaran dampak yang kurang baik. Skinner menunjukkan alternatif yaitu digunakannya penguatan negatif (negative reinforcement). Pada masa kini, teori berguru yang dikemukakan penganut psikologi tingkah laris ini cocok dipakai untuk menyebarkan kemampuan siswa yang berafiliasi dengan pencapaian hasil berguru (pengetahuan) matematika ibarat fakta, konsep, prinsip, dan skill (keterampilan).

B. Teori Belajar Kognitif

1. Psikologi Perkembangan Kognitif Piaget

Menurut Piaget, struktur kognitif atau skemata (schema) yaitu suatu organisasi mental tingkat tinggi yang terbentuk pada dikala orang itu berinterkasi dengan lingkungannya. Dua proses yang sangat penting yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi yaitu suatu proses di mana suatu informasi atau pengalaman gres sanggup diadaptasi dengan kerangka kognitif yang sudah ada di benak siswa; sedangkan kemudahan yaitu suatu proses perubahan atau pengembangan kerangka kognitif yang sudah ada di benak siswa semoga sesuai dengan pengalaman yang gres dialami. Sejalan dengan itu, Ausubel menginginkan proses pembelajaran di kelas-kelas yaitu suatu pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) yaitu suatu pembelajaran di mana pengetahuan atau pengalaman yang gres sanggup terkait dengan pengetahuan usang yang sudah ada di dalam struktur kognitif seseorang. Untuk membantu terjadinya pembelajaran bermakna, Bruner menyarankan semoga proses pembelajaran melalui tiga tahap, yaitu tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik.

Empat tahap perkembangan kognitif siswa berdasarkan Piaget yaitu (1) tahap sensori motor (0–2 tahun), (2) tahap pra-operasional (2–7 tahun), (3) tahap operasional konkret (7–11 tahun), dan (4) tahap operasional formal (11 tahun ke atas). 

Pada tahap sensori motor (0-2 tahun) seorang anak akan berguru untuk memakai dan mengatur kegiatan fsik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap ini, pemahaman anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) badan dan alat-alat indera mereka. Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman memakai indera, sehingga ia belum bisa untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten. Pada tahap operasional konkret (7-11 tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar. Di tahap ini, seorang anak sanggup menciptakan kesimpulan dari suatu situasi nyata atau dengan memakai benda konkret, dan bisa mempertimbangkan dua aspek dari suatu situasi nyata secara bersamasama (misalnya, antara bentuk dan ukuran). Pada tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti memakai benda nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan kognitif.

2. Belajar Bermakna David P. Ausubel

Teori berguru Ausubel menitikberatkan pada bagaimana seseorang memperoleh pengetahuannya. Menurut Ausubel terdapat 2 jenis berguru yaitu berguru hafalan (rote-learning) dan berguru bermakna (meaningfullearning). Jika seorang siswa berkeinginan untuk mengingat sesuatu tanpa mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain maka baik proses maupun hasil pembelajarannya sanggup dinyatakan sebagai hafalan (rote) dan tidak akan bermakna (meaningless) sama sekali baginya. Pembelajaran yang mengacu pada ‘belajar bermakna’ atau ‘meaningful-learning’ yaitu pembelajaran di mana pengetahuan atau pengalaman gres yang akan dipelajari siswa sanggup terkait dengan pengetahuan usang yang sudah dimiliki siswa.

3. Teori Presentasi Bruner

Bruner membagi penyajian proses pembelajaran dalam tiga tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik, dan simbolik. Pada tahap enaktif, para siswa dituntut untuk mempelajari pengetahuan dengan memakai sesuatu yang “konkret” atau “nyata” yang berarti sanggup diamati dengan memakai panca indera. Contohnya, ketika akan membahas geometri ruang di awal pembelajaran, guru sanggup memakai alat peraga maupun barang sehari-hari semisal kaleng, dus, dll. Pada tahap ikonik, yakni sehabis mempelajari pengetahuan dengan benda nyata atau benda konkret, tahap berikutnya yaitu tahap ikonik, dimana para siswa mempelajari suatu pengetahuan dalam bentuk gambar atau diagram sebagai perwujudan dari kegiatan yang memakai benda konkret atau nyata tadi. Pada tahap simbolik para siswa harus melewati suatu tahap dimana pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol abstrak. Dengan kata lain, siswa harus mengalami proses berabstraksi. Berabstraksi terjadi pada dikala seseorang menyadari adanya kesamaan di atara perbedaan-perbedaan yang ada.



C. Teori Belajar Konstruktivisme

1. Model Penemuan

Bruner beropini bahwa berguru dengan inovasi yaitu berguru untuk menemukan (learning by discovery is learning to discover). Ada dua model penemunaan, yaitu model inovasi murni dan model inovasi terbimbing. Model inovasi yang sanggup dikembangkan di kelas yaitu model inovasi terbimbing di mana para siswa dihadapkan dengan situasi di mana ia bebas untuk mengumpulkan data, menciptakan dugaan (hipotesis), mencoba-coba (trial and error), mencari dan menemukan keteraturan (pola), menggeneralisasi atau menyusun rumus beserta bentuk umum, menunjukan benar tidaknya dugaannya itu. Berbeda dengan model inovasi murni di mana mulai dari pemilihan taktik hingga pada jalan dan hasil inovasi ditentukan para siswa sendiri maka pada inovasi terbimbing ini, para guru bertindak sebagai penunjuk jalan, ia membantu dan memberi kemudahan bagi para siswanya sedemikian rupa sehingga mereka sanggup mempergunakan idea, konsep dan ketrampilan yang sudah ia pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru. Penggunaan serangkaian pertanyaan yang sempurna akan sangat membantu siswa untuk menemukan pengetahuan yang gres berdasar pada pengetahuan usang yang dipunyainya.



2. Model Saintifk

Pendekatan saintifk meliputi lima pengalaman berguru sebagaimana dijelaskan berikut ini.

a.    Mengamati (observing) di mana siswa difasilitasi untuk mengamati dengan indra (membaca, mendengar, menyimak, melihat, menonton, dan sebagainya) dengan atau tanpa alat.

b.    Menanya (questioning) di mana siswa difasilitasi untuk menciptakan dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi ihwal informasi yang belum dipahami, informasi embel-embel yang ingin diketahui, atau sebagai klarifkasi.

c. Mengumpulkan informasi/mencoba (experimenting) di mana siswa difasilitasi untuk mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, menggandakan bentuk/gerak, melaksanakan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber melalui angket, wawancara, dan memodifkasi/ menambahi/ mengembangkan.

d. Menalar/mengasosiasi (associating) di mana siswa difasilitasi untuk mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk menciptakan kategori, mengasosiasi atau menghubungkan fenomena/informasi yang terkait dalam rangka menemukan suatu pola, dan menyimpulkan.

e. Mengomunikasikan (communicating) di mana siswa difasilitasi untuk menyajikan laporan dalam bentuk bagan, diagram, atau grafk; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan meliputi proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan.



III.             PRINSIP-PRINSIP BELAJAR

Dalam perencanaan pembelajaran, prinsip-prinsip berguru sanggup mengungkap batas-batas kemungkinan dalam pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran, pengetahuan ihwal teori dan prinsip-prinsip berguru sanggup membantu guru dalam menentukan tindakan yang tepat.

Dari banyak sekali prinsip berguru tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang sanggup dipakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran sebagai berikut.

A.    Perhatian dan Motivasi

Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian berguru pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi berguru (Gage dan Berliner, 1984: 355). Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting

dalam kegiatan belajar. Motivasi yaitu tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan kegiatan seseorang. Motivasi sanggup dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada kendaraan beroda empat (Gage dan Berliner, 1984: 372).

B.     Keaktifan

Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.

C.     Keterlibatan langsung/Berpengalaman

Belajar yaitu mengalami, berguru tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman berguru yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya mengemukakan bahwa berguru yang paling baik yaitu berguru melalui pengalaman langsung. Dalam berguru melalui pengalaman pribadi siswa yang tidak hanya mengamati secara pribadi tetapi ia harus menghayati, terlibat pribadi dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.

D.  Pengulangan

Pada teori Psikologi Asosiasi atau Koneksionisme mengungkapkan bahwa berguru ialah pembentukan kekerabatan antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar. Pengulangan dalam berguru akan melatih daya-daya yang ada pada insan yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, hingga berpikir yang akan menciptakan daya-daya tersebut berkembang.

E.   Tantangan

Dalam situasi belajar, siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai. Namun selalu terdapat hambatan, yaitu mempelajari materi belajar. Timbullah motif untuk mengatasi kendala itu, yaitu dengan mempelajari materi berguru tersebut.

F.   Balikan atau Penguatan

Siswa berguru sungguh-sungguh dan mendapat nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk berguru lebih ulet lagi. Nilai yang baik sanggup merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang buruk pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, lantaran takut tidak naik kelas ia terdorong untuk berguru lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif.

G.  Perbedaan Individual

Siswa yang merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa mempunyai perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan individu ini kuat pada cara dan hasil berguru siswa

IV.             PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, DAN TEKNIK PEMBELAJARAN

Dalam Lampiran 3 Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 (233) pendekatan dimaknai sebagai cara menyikapi/melihat (a way of viewing); strategi dimaknai sebagai cara mencapai tujuan dengan sukses (a way of winning the game atau a way of achieving of objectif); metode dimaknai sebagai cara menangani sesuatu (a way of dealing). Sedangkan teknik dimaknai sebagai cara memperlakukan sesuatu (a way creating something); dan model dimaknai sebagai kerangka yang berisikan langkah-langkah/uruturutan kegiatan/sintakmatik yang secara operasional perlu dilakukan oleh guru dan siswa. Dalam rujukan lain dijelaskan bahwa pendekatan yaitu titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran; metode yaitu cara yang dipakai untuk  mengimplementasikan planning yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan mudah untuk mencapai tujuan pembelajaran; teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifk; dan model adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal hingga final yang disajikan secara khas oleh guru (bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran). Pendekatan (approach) merupakan titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Roy Killen (1998) misalnya, mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered approaches) yang dipakai dalam perancangan kurikulum dan pembelajaran dikala ini. Strategi pembelajaran merupakan perencanaan tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan banyak sekali sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan metode merupakan upaya untuk mengimplementasikan planning yang sudah disusun dalam kegiatan nyata semoga tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode dipakai sebagai cara untuk melaksanakan dan merealisasikan taktik yang telah ditetapkan. Dalam mengimplementasikan metode pembelajaran, seorang pendidik perlu memutuskan teknik atau cara tertentu semoga proses pembelajaran berjaan efektif dan efsien, serta taktik atau gaya individu dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu contohnya dalam memakai ilustrasi atau memakai gaya bahasa atau idialek semoga materi pembelajaran gampang dipahami.



VI. KRITERIA PENYELEKSIAN DAN PEMILIHAN MATERI PEMBELAJARAN

1. Sahih (Valid)

Materi yang akan dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Pengertian ini juga berkaitan dengan keaktualan materi sehingga materi yang diberikan dalam pembelajaran tidak ketinggalan jaman dan menunjukkan bantuan untuk pemahaman ke depan.

2. Tingkat Kepentingan (Significance)

Dalam menentukan materi perlu mempertimbangkan pertanyaan berikut:

a. Bagaimana intensitas tingkat kepentingan materi tersebut sehingga harus dipelajari?

b. Apakah penting materi tersebut diajarkan pada siswa?

c. Dimana letak kepentingan materi tersebut dan mengapa penting?

Dengan demikian, materi yang dipilih untuk diajarkan tentunya memang yang benar-benar diharapkan oleh siswa.

3. Kebermanfaatan (utility)

Manfaat harus dilihat dari semua sisi, baik secara akademis maupun nonakademis. Bermanfaat secara akademis artinya guru harus yakin bahwa materi yang diajarkan sanggup menunjukkan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan berikutnya. Bermanfaat secara nonakademis maksudnya bahwa materi yang diajarkan sanggup menyebarkan kecakapan hidup (life skills) dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari

4. Layak dipelajari (learnability)

Materinya memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah, atau tidak terlalu sulit), maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi asuh dan kondisi setempat.

5.  Menarik minat (interest)

Materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan sanggup memotivasi siswa untuk mempelajarinya lebih lanjut. Setiap materi yang diberikan kepada siswa harus bisa menumbuhkembangkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk menyebarkan sendiri kemampuan mereka.

B. Pola Pengembangan Materi Pembelajaran

Terdapat beberapa pola pengembangan materi pembelajaran yang sanggup dipilih guru, yakni sebagai berikut.

1. Pola kronologis, susunan materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu.

2. Pola kausal, susunan materi pembelajaran yang mengandung kekerabatan sebab-akibat.

3. Pola logis, susunan materi pembelajaran yang dimulai dari kepingan sederhana menuju kepada yang kompleks.

4. Pola psikologis, susunan materi pembelajaran yang dimulai dari umum ke dalam bagian-bagian yang lebih khusus.

5. Pola spiral, susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau materi tertentu yang terkenal dan sederhana; kemudian dikembangkan, diperdalam, dan diperluas dengan materi yang lebih kompleks.

6. Pola inquiri atau pemecahan masalah, susunan materi pembelajaran yang mengarah pada proses inovasi ataupun pemecahan masalah, yang meliputi langkah-langkah berikut: (a) perumusan masalah, (b) penyusunan hipotesis, (c) pengumpulan data, (d) pengujian hipotesis, dan (e) perumusan simpulan.



Sumber Pustaka:

Wibowo, Hari,  dkk. 2016. Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.

__________ 2016. Teori Belajar. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
BACA JUGA SOAL, PEMBAHASAN, MATERI LENGKAP PEDAGOGIK

0 Response to "Ogn Sma/Smk Bahan Kompetensi Pedagogik 2"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel