-->

Iklan

8 Film Indonesia Yang Mengangkat Tema Pendidikan Kawasan Tertinggal

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Pendidikan ialah unsur yang sangat penting dalam kemajuan suatu bangsa. Bagusnya kualitas pendidikan, maju pula suatu bangsa. Terpuruknya kualitas pendidikan, terpuruk pula suatu bangsa. Ketimpangan kualitas pendidikan antara kota dan desa sangat terang terjadi di Indonesia. Para sineas Indonesia-pun berlomba-lomba menciptakan film ihwal kondisi pendidikan di tempat terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) yang memprihatinkan. Tujuan dibuatnya film-film menyerupai ini ialah supaya pemerintah tidak tutup mata sehingga diperlukan keadaan semacam ini sanggup diatasi dengan pemerataan pembangunan pendidikan hingga ke polosok nusantara. Inilah 8 film Indonesia yang mengangkat tema pendidikan tempat tertinggal yang penuh inspirasi.

1. Denias, Senandung Di Atas Awan (2006)
Pendidikan ialah unsur yang sangat penting dalam kemajuan suatu bangsa 8 FILM INDONESIA YANG MENGANGKAT TEMA PENDIDIKAN DAERAH TERTINGGAL
Foto : cinematerial.com

Denias (Albert Fakdawer) ialah seorang anak pria yang tinggal di kaki pegunungan Jayawijaya. Denias sekolah di sebuah pondok di atas bukit yang diasuh oleh Pak Guru (Mathias Muchus) yang tiba dari tanah Jawa. Film ini menggambarkan Denias kemudian bertualang demi bersekolah. Sebelum meninggal, ibunya berpesan semoga ia sekolah. 

Pak Guru juga meyakinkan semoga Denias melanjutkan pendidikan alasannya ialah ia yakin anak itu cendekia dan bisa menjadi jago matematika. Terakhir, Maleo (Ari Sihasale), tentara, juga meyakinkan bahwa Denias harus pergi melintasi gunung alasannya ialah di sanalah ada sekolah yang bagus. 

Film kemudian dilanjutkan dengan perjalanan Denias seorang diri selama sepuluh hari. Tas nokennya sempat hanyut di sungai dan ia juga sempat pingsan kecapaian. Ia masih harus berjuang semoga bisa diterima di sekolah yang rupanya milik PT Freeport dan dikhususkan untuk anak kepala suku atau suku terdekat saja.

2. Tanah Surga.. Katanya (2012)
Foto : movie.co.id
Setelah meninggalnya istri tercinta, Hasyim, mantan sukarelawan Konfrontasi Indonesia Malaysia tahun 1965, memutuskan tidak menikah. Ia tinggal bersama anak pria satu-satunya yang juga menduda, dan dua cucunya: Salman dan Salina. Hidup di perbatasan Indonesia dan Malaysia merupakan duduk kasus tersendiri bagi mereka, alasannya ialah keterbelakangan pembangunan dan ekonomi.
Astuti, guru sekolah dasar di kota, tiba tanpa direncanakan. Ia mengajar di sekolah yang hampir rubuh alasannya ialah setahun tidak berfungsi. Tak usang berselang tiba pula dr. Anwar, dokter muda yang tiba alasannya ialah tidak bisa bersaing sebagai dokter professional di kota.
Haris mencoba membujuk ayahnya untuk pindah ke Malaysia dengan alasan di sana lebih menjanjikan secara ekonomi dibandingkan tetap tinggal di wilayah Indonesia. Hasyim bersikeras tidak mau pindah. Baginya kesetiaan pada bangsa ialah harga mati.
Persoalan semakin meruncing ketika Hasyim tahu bahwa Haris ternyata sudah menikah dengan wanita Malaysia dan bermaksud mengajak Salman dan Salina. Salman yang akrab dengan sang kakek menentukan tetap tinggal di Indonesia.
Hasyim sakit. Dr Anwar berusaha memperlihatkan perawatan dan obat yang lebih rutin. Namun, keterbatasan sarana dan obat, menciptakan kondisi Hasyim memburuk. Dr Anwar memutuskan untuk membawa Hasyim ke rumah sakit kota. Dengan uang hasil kerja Salman, Hasyim dibawa pakai perahu. Mereka berangkat ditemani oleh Astuti dan dr. Anwar. Di tengah perjalanan nyawa Hasyim tidak tertolong. Ia meninggal bersamaan dengan pekik dan sorak sorai Haris atas kemenangan kesebelasan Malaysia atas Indonesia.

3. Mimpi Anak Pulau (2016)
Foto : 4.bp.blogspot.com

Kisah faktual Gani Lasa, Deputi BP Batam. Ia anak pesisir Nongsa yang hidup miskin. Ibunya pedagang kue. Lulus SD ia harus mendayung sampan ke Tanjung Pinang dari jam 17.00 hingga pukul 06.00. untuk melanjutkan sekolah di PGA (Pendidikan Guru Agama). Ketika itulah pertama kali ia mengenakan sepatu. Kemudian ia merantau ke Yogyakarta untuk menjadi sarjana.
Sekembalinya ke kampung halamannya, ia mewujudkan mimpinya dengan menghidupkan nelayan, membangun  kotanya, dan menjadi seorang pemimpin.










4. Di Timur Matahari (2012)
Foto : isubagyo.blogspot.com
Mazmur, Thomas, Agnes, Yokim, dan Suryani masih menunggu cahaya yang akan menerangi mereka dari gelapnya kebodohan. Mazmur setiap hari selalu menunggu kedatangan guru pengganti di sebuah lapangan terbang tua, satu-satunya penghubung kampung mereka di tempat pegunungan tengah Papua dengan kehidupan luar. Sudah enam bulan tak ada guru yang mengajar.


Karena guru tidak pernah tiba balasannya ke lima anak ini mencari pelajaran di alam dan lingkungan sekitar. Lewat pendeta Samuel, ibu dokter Fatimah, om Ucok dan om Jolex mereka mendapat banyak pengetahuan. Sebuah insiden mengubah semua itu. Ayah Mazmur, Blasius, terbunuh oleh Joseph, ayah Agnes, dan paman Yokim dan Suryani. Pertikaian antarkampung tak bisa dihindari. Kabar janjkematian Blasius hingga kepada Michael, adik Blasius yang semenjak kecil diambil oleh Mama Jawa yang tinggal dan mencar ilmu di Jakarta, Michael terpukul mendengar itu.

Bersama Vina, istrinya, ia memutuskan kembali ke Papua dan mencoba menuntaskan permasalahan ini. Adik bungsunya, Alex, menentang pemikiran Michael. Perang! Itu jalan satu-satunya bagi Alex untuk membalas janjkematian Blasius. Orang remaja bisa saja bertikai, namun tidak bagi Mazmur, Thomas dan ketiga sahabatnya. Walau kampung mereka bermusuhan, mereka tetap berkawan dan berusah mendamaikan kedua kampung ini.


5. Laskar Pelangi (2008)
Foto : upload.wikimedia.org

Film diawali dengan kepulangan Ikal remaja (Lukman Sardi) ke kampung halamannya. Ia kemudian mengenang kembali masa kecilnya: hari pertama pembukaan kelas gres di sekolah SD Muhammadyah menjadi sangat menegangkan bagi dua guru, Muslimah (Cut Mini) dan Pak Harfan (Ikranagara), serta 9 orang murid yang menunggu di sekolah yang terletak di desa Gantong, Belitong. Sebab, kalau tidak mencapai 10 murid yang mendaftar, sekolah akan ditutup. Harun (Jeffry Yanuar) menyelamatkan mereka.
Ke 10 murid ini yang kemudian diberi nama Laskar Pelangi oleh Bu Muslimah. Lima tahun bersama, Bu Mus, Pak Harfan dan ke 10 murid dengan keunikan dan keistimewaannya masing-masing, berjuang untuk terus bisa sekolah.
Di antara banyak sekali tantangan berat dan tekanan untuk menyerah, Ikal (Zulfanny), Lintang (Ferdian) dan Mahar (Verrys Yamarno) dengan talenta dan kecerdasannya muncul sebagai pendorong semangat sekolah mereka. Di tengah upaya untuk mempertahankan sekolah, mereka ditinggalkan salah seorang guru alasannya ialah mendapat tawaran yang lebih menarik. Yang paling mengenaskan ialah ketika Pak Harfan, yang menjadi "roh" sekolah itu, meninggal.
Film juga berusaha memperlihatkan kondisi sosial tempat Belitong pada tahun 70an dengan antara lain mengontraskan "nasib" sekolah miskin dan sekolah "mewah" milik perusahaan pertambangan, bahkan secara tersurat mempermasalahkan hak pendidikan untuk orang miskin.
Film diakhiri dengan Ikal remaja bertemu dengan Lintang remaja (Ario Bayu), yang putus sekolah alasannya ialah ayahnya meninggal. Ikal perlu menjelaskan keberhasilan impiannya, mendapat beasiswa sekolah ke Paris.


6. Sokola Rimba (2013)
Foto : 3.bp.blogspot.com
Indonesia Pasca Reformasi. Setelah hampir tiga tahun bekerja di sebuah forum konservasi di wilayah Jambi, Butet Manurung (Prisia Nasution) menemukan hidup yang diinginkannya: mengajarkan baca-tulis dan berhitung kepada belum dewasa masyarakat Suku Anak Dalam, yang dikenal sebagai Orang Rimba, yang tinggal di hulu sungai Makekal di hutan bukit Duabelas.
Suatu hari Butet terjangkit demam malaria di tengah hutan. Seorang anak tak dikenal tiba menyelamatkannya. Nyungsang Bungo (Nyungsang Bungo) nama anak itu, berasal dari Hilir sungai Makekal, sekitar 7 jam perjalanan dari tempat Butet mengajar. Diam-diam Bungo telah usang memperhatikan ibu guru Butet mengajar membaca.
Pertemuan dengan Bungo menyadarkan Butet untuk memperluas wilayah kerjanya ke arah hilir sungai Makekal. Keinginannya itu tidak mendapat restu baik dari tempatnya bekerja, maupun dari kelompok rombongan Bungo yang masih percaya bahwa mencar ilmu baca tulis bisa membawa malapetaka bagi mereka.
Kecerdasan dan keteguhan hati Bungo menciptakan Butet mencari segala cara semoga bisa tetap mengajar Bungo. Sampai ketika malapetaka yang ditakuti oleh Kelompok Bungo betul-betul terjadi. Butet terpisahkan dari masyarakat Rimba yang dicintainya.

7. Aisyah, Biarkan Kami Bersaudara (2016)
Foto : movie.co.id
Aisyah gres lulus sarjana. Ia tinggal di sebuah kampung akrab perkebunan teh yang sejuk dan religius di Ciwidey, Jawa Barat bersama ibu dan adik laki-lakinya. Ayahnya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Ia ingin menjadi guru. Suatu hari, Ia mendapat telpon dari yayasan tempat ia mendaftarkan diri: ia mendapat tempat mengajar di lokasi yang tidak pernah ia ketahui, Dusun Derok, Kabupaten Timor Tengah Utara.
Dari awal ia sudah merasa “asing”. Masyarakat salah menganggapnya sebagai Suster Maria, hanya alasannya ialah sama-sama menggunakan kerudung. Masyarakat memang mengharapkan kedatangan Suster Maria sebagai guru di kampung tersebut. Kampung terpencil, tanpa listrik dan sinyal seluler. Musim kemarau yang panjang air susah didapat.
Lingkungan yang baru, tradisi yang serba absurd dan ruang lingkup religius yang berbeda menciptakan Asyah gamang. Ada tokoh Pedro (Arie Kriting) yang menciptakan duduk kasus keseharian Aisyah sedikit teratasi. Ia harus menghadapi kebencian salah satu muridnya, Lordis Defam. Lewat kepala dusun, Aisyah mengerti bahwa kedatangannya sebagai guru muslim dianggap musuh oleh Lordis Defan yang beragama Katolik.

8. Batas (2011)
Foto : flickmagazine.net
Jaleshwari, dengan ambisi dan kepercayaan penuh, mengajukan diri untuk mengambil tanggung-jawab memperbaiki kinerja program corporate social responsibility (CSR) bidang pendidikan yang terputus tanpa kejelasan.Dia menyanggupi masuk ke tempat perbatasan di pedalaman Kalimantan dan menjanjikan dalam dua ahad ketidakjelasan itu sanggup diatasi.
Ternyata perbatasan di pedalaman Kalimantan mempunyai contoh kehidupannya sendiri.Mereka mempunyai titik-pandang berbeda dalam memaknai arti garis perbatasan.Mereka hidup dengan kesadaran wawasan budaya Dayak yang tidak terpisahkan oleh batas politik. Keadan ini membawa Jaleshwari ke dalam situasi pelik.Konflik batin terjadi ketika ia terperangkap pada kasus kemanusiaan yang jauh lebih menarik.
Jaleshwari berada dalam tapal batas pilihan.Karisma hutan dan contoh hidup masyarakat menyadarkan dirinya bahwa upaya memperbaiki kehidupan masyarakat tidak bisa dipisahkan dengan etika setempat. Jaleshwari sangat memahami Adeus, guru yang dipercaya menjalankan jadwal pendidikan, menjadi apatis, alasannya ialah sistem pendidikan yang diinginkan perusahaan di Jakarta, tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Mereka  lebih menentukan jadi tenaga kerja yang dijanjikan jadi kaya oleh penjual jasa berjulukan Otik. Salah satu korbannya ialah Ubuh, TKI yang melarikan diri dari negeri tetangga.Oleh masyarakat Dayak di sana,Ubuh tak hanya beroleh pemberian namun juga kehangatan dan keramahan.
Tragedi kemanusiaan ini mengubah pemikiran Jaleshwari. Panglima Adayak, kepala suku, menuntunnya memahami "Bahasa Hutan". Langkah Jaleshwari sangat membantu Arif, petugas negara yang dalam penyamaran dan ditugaskan di wilayah perbatasan.

Sumber : filmindonesia.or.id

0 Response to "8 Film Indonesia Yang Mengangkat Tema Pendidikan Kawasan Tertinggal"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel