Inilah 3 Dongeng Sosok Paling Fenomenal Yang Menginspirasi Seluruh Guru Di Indonesia
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Menyangkut hal tersebut, di bawah ini merupakan dongeng 3 sosok inspiratif yang sempat fenomenal di Indonesia atas prestasi mereka. Bahkan mungkin sanggup menginspirasi para guru seluruh Indonesia dengan teladan mereka. Let's check it out!
Lulus dari Sekolah Kepandaian Putri (SKP) Muhammadiyah pada usia 16 tahun dan mengabdikan dirinya untuk mendidik murid-murid di SD Muhammadiyah Gantung, sekolah yang dirintis pendiriannya oleh kakeknya. Sejak diangkat menjadi PNS sekitar tahun 1986, Ibu Muslimah kemudian mengajar di SDN 1 Desa Lintang Kecamatan Gantung hingga tahun 1989, kemudian mengajar di SDN 6 Kecamatan Gantung dari tahun 1989 hingga sekarang. Bu Muslimah yaitu figur guru yang pada hasilnya menginspirasi Indonesia, walaupun pada ketika awal mengajar dulu dia mendapatkan honor hanya sebesar Rp 7000,- per bulan atau bahkan kadang kala tidak mendapatkan sama sekali. Tahun 2008, Bu Muslimah masih mengajar di SDN 6 Gantung, Belitung.
Muslimah muda ketika itu masih berusia 17 tahun. Ia muncul di tengah guyuran hujan yang hebat dengan sebuah pelepah daun pisang di tangannya. Ia terus berjalan membelah deras nya tetesan air hujan. Tujuannya ke SD Muhammadyah, di sebuah kampung di Belitung. Ia dapati beberapa murid berkumpul di sudut ruanganan, menggigil dengan rasa khawatir gedung sekolah yang akan ambruk. Perempuan itu lantas menghampiri dan membuatnya merasa nyaman. ketika hujan mereda, pelajaran pun dimulai. Perempuan itu mengajari banyak hal, termasuk bagaimana memperjuangkan kebahagian. Kemiskinan dan segala keterbatasan kemudahan berguru bukanlah halangan untuk maju dan berprestasi. Rasa cinta yang begitu besar supaya anak anak kampung menjadi pintar, berbuah berkah yang melimpah. Murid-muridnya yang ketika itu masih SD, kini banyak yang berhasil meraih pendidikan sarjana dan master. Banyak juga yang meraih posisi diperusahaan yang hebat.
Pengabdian Bu Muslimah telah menjadi ide bagi kaum guru. Bahkan pemerintah terkesan dan mengganjarnya dengan penghargaan Satya Lencana Pembangunan dan Satya Lencana Pendidikan. Muslimah sebuah nama yang tercetak infinit di salah satu buku best seller di negeri ini "laskar Pelangi" karya Andrea Hirata. Tapi Muslimah tidak pernah meminta apapun. Bahkan ia lebih menentukan meninggalkan pesan, “kalau kita sudah tinggi, tidak usah disanjung-sanjung, nanti jatuh ke buminya lebih tinggi lagi”.
2. Butet Manurung
Teman-temannya biasa memanggilnya Butet. Dia mencicipi betul ketidakberdayaan Orang Rimba yang tak bisa baca tulis ketika mereka seringkali dimanfaatkan "orang terang". Orang terang yaitu sebutan yang diberikan Orang Rimba terhadap seseorang di luar komunitas mereka. Orang Terang sering menipu mereka. Tanah mereka kerap dirampas lewat selembar surat perjanjian. Para perampas itu sering menyampaikan pada mereka jikalau selembar kertas itu yaitu sebuah penghargaan dari kecamatan, kemudian mereka diberi uang yang jumlahnya sangat sedikit. Setelah itu mereka diminta untuk membubuhkan cap jempol di atas sehelai kertas. Karena buta huruf, mereka turuti saja apa kemauan orang terang, mereka tidak menyadari bahwa itu yaitu penipuan.
Kini berkat jerih payah Butet yang telah mengabdikan dirinya untuk mengajar baca-tulis bagi suku Anak Dalam atau Kubu di Taman Nasional Bukit 12 (TNBD) dan Bukit 30, Jambi, semenjak 1999 ini. Meski sempat menerima penolakan dari masyarakat Rimba itu sendiri lantaran menganggap pendidikan merupakan budaya luar dan bukan budaya Orang Rimba. Namun Butet yang selalu optimis dan pantang mengalah ini berhasil meyakinkan masyarakat rimba bahwa pendidikan sanggup melindungi mereka dari ketertindasan dunia luar. Para bawah umur Suku dalam pun sudah sanggup lebih teliti. Ketika akan melaksanakan proses jual-beli, membaca sertifikat perjanjian, dan sanggup menghitung sehingga tidak lagi menjadi korban penipuan.
Sokola Rimba (sekolah rimba) yang dia bangun bukanlah sebuah sekolah formal yang lazimnya ada di masyarakat, yakni berbentuk sepetak bangunan tembok dan beratap genteng. Sokola itu hanya berbentuk dangau kecil tak berdinding yang bersifat nomaden. Kaprikornus jikalau tak diharapkan lagi bisa segera ditinggalkan. Jika ditanya, dimana alamat Sokola Rimba itu, maka dengan gampang Butet menjawab, "Pada koordinat 01' 05' LS - 102' 30' BT." Karena pusat sekolah itu tak niscaya desa maupun kecamatannya.
Dalam rujukan pengajaran, Butet menerapkan cara berguru yang berbeda, mengenalkan abjad per abjad menurut bentuk dan cara mengejanya. Misalnya, A ibarat atap, C ibarat pegangan periuk, ucapkan M dengan verbal dikatupkan. Huruf pun dirangkai dalam 14 kelompok berpasangan. Berkat metode mengajarnya ini, tahun 2001 Butet dianugrahi "The Man and Biosphere Award" dari LIPI-UNESCO.
Begitupun ketika murid-muridnya mulai menulis. Lulusan antropologi Universitas Padjadjaran membagikan buku tulis bergaris, pensil, dan pena. Bagi murid yang tidak kebagian alat-alat sekolah, mereka mengambil ranting dan menggarisi di atas tanah. Tak jarang, ketika tiba waktunya menggambar, salah satu murid menangkap seekor kijang kecil. Binatang itu ditidurkan di atas kertas dan mulailah sang murid menggambar ruas-ruas badan kijang tersebut.
Untuk mengatasi kebutuhan jumlah pengajar, Butet membuat sistem melatih bawah umur yang sudah mahir untuk menjadi guru. Butet mengistilahkan tim kecilnya ini sebagai kader guru. Dengan 14 orang kader guru angkatan pertama Sokola Rimba inilah Butet terus merangsek ke jantung rimba. Dalam buku Sokola Rimba, Butet banyak membahas perihal suka dukanya dalam menawarkan pendidikan pada orang rimba. Butet yang selalu optimis dan pantang mengalah ini berhasil meyakinkan masyarakat rimba bahwa pendidikan sanggup melindungi mereka dari ketertindasan dunia luar. Para bawah umur Suku dalam pun sudah sanggup lebih teliti. Ketika akan melaksanakan proses jual-beli, membaca sertifikat perjanjian, dan sanggup menghitung sehingga tidak lagi menjadi korban penipuan.
Dia masuk ke dalam jajaran perempuan besar lengan berkuasa versi majalah Globe Asia edisi Oktober 2007, menempati peringkat 11 dari 99 perempuan paling besar lengan berkuasa di Indonesia dengan skor 94,7. Diatas Yenny Wahid yang mempunyai skor 94,5. Sementara itu, peringkat pertama dipegang Megawati Soekarnoputri dengan skor 98,5.
3. Ibu Een Sukaesih
28 tahun. Selama waktu itu dia terbaring dan tak ada upaya pun untuk bangun dari kawasan tidur. Hanya bawah umur didiknya lah yang membuatnya lebih jauh bergerak di dunia yang lebih luas. Raga boleh berada di kawasan tapi jiwa dan perhatiannya pada pendidikan telah usang tertanam dalam benak anak didiknya.
Satu harapan yang selalu dia pegang, yaitu supaya bawah umur mendapatkan hak pendidikannya. Yang seakan pasal-pasal dalam undang-undang itu hanya ada dalam pelajaran PKN saja tidak dengan dunia sebenarnya. Banyak dari murid-murid Wa Een yang berbakat dan berprestasi namun sayang lantaran biaya perguruan tinggi tinggi yang teramat mahal sehingga tidak lah gampang mencapai asa yang manis itu.
Ibu Een Sukaesih. Tak hidup hanya hari ini ibarat halnya sejarah ia juga berada pada jamannya. Bergaul, bermain dan bersekolah hingga kuliah di IKIP Bandung yang kini yaitu UPI. Ibu Een muda, mengambil jurusan Bimbingan Konseling. Sebagaimana kita yang masih muda jiwa dia dulu mungkin sama bergejolaknya. Tanda-tanda mulai diperlihatkan Tuhan, Ia ibarat merasa berat raganya. Entahlah, Tapi sungguh Tuhan telah memberi kemudahan sehingga ia lulus dan menamatkan pendidikannya. Lalu ia mengabdi di salah satu SMA.
Hingga kemudian …
Modal Bu Een dalam mengajar bawah umur yaitu : Ilmu aku memang sedikit, jauh dari perkembangan ilmu zaman sekarang. Yang aku miliki yaitu kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama. Sungguh setiap perkataanya mendulang intan. Mengarungi keberkahan Tuhan lagu gubahan presiden SBY yaitu kesukaanya. Untuk mencari kasetnya sungguh tidaklah mudah. Untung saja sahabat-sahabatnya selalu memberinya ruang mudah.
Tak pernah berhenti berguru yaitu rumus yang dia ajarkan. Bagaimana mungkin seorang guru akan berhenti berguru sedangkan ia yaitu lautan ilmu bagi anak-anak. Dan dalam kondisi yang demikian hanya kaset-kaset, radio dan buku bawah umur didiknya yang memberi pengetahuan sehingga bertambah. Ilmu semakin diajarkan maka akan semakin bertambah kepahaman. Dan itu yaitu keyakinan yang harus dimiliki para pendidik.
Belajar Banyak dari bu Een
Inilah 3 sosok inspiratif dalam dunia pendidikan di Indonesia. Ini hanya secuil dongeng yang yang sanggup kita tiru keteladanannya, masih berbagai guru di sana yang mengabdikan diri demi bangsa kita tercinta ini.
Sumber :
http://www.prestasi-iief.org/index.php/id/feature/66-guru-adalah-pembentuk-akal-dan-karakter-bangsa
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/3178-ibu-guru-di-hutan-belantara
https://cozycornerpendidikan.blogspot.com//search?q=biografi-bu-muslimah-laskar-pelangi#.V-8xxYh94Yw
http://www.prestasi-iief.org/index.php/id/feature/66-guru-adalah-pembentuk-akal-dan-karakter-bangsa
http://www.citizen6.liputan6.com
Kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh kemampuan para pendidiknya untuk mengubah karakter generasi penerusnya ke depan. Tanpa figur pendidik, mungkin bangsa besar ibarat Indonesia tidak akan sanggup menikmati hasil jerih payah putra-putri nusantara yang sudah mendorong perkembangan tersebut. Guru yaitu sebuah profesi yang mulia lantaran di tangan merekalah masa depan bangsa ini ditentukan. Guru juga dianggap sebagai jagoan pembangunan, lantaran di tangan mereka akan lahir pahlawan-pahlawan pembangunan yang kelak mengisi ruang-ruang publik di negeri ini. Guru yang ideal, bukan sekedar guru yang memenuhi syarat-syarat teknik: ibarat pintar, pandai, atau pakar di bidang ilmu yang dimiliki; melainkan yang jauh lebih penting dari itu semua, guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai "agent of change".
Oleh lantaran itu, kiprah yang diemban oleh seorang guru tidak ringan, lantaran guru yang baik tidak hanya memberitahu, menjelaskan atau mendemonstrasikan, tapi juga sanggup menginspirasi. Seorang guru harus bisa memandang perubahan jauh ke depan, dengan demikian guru sanggup merencanakan apa yang terbaik untuk anak didiknya.
Menyangkut hal tersebut, di bawah ini merupakan dongeng 3 sosok inspiratif yang sempat fenomenal di Indonesia atas prestasi mereka. Bahkan mungkin sanggup menginspirasi para guru seluruh Indonesia dengan teladan mereka. Let's check it out!
1. Ibu Muslimah
 |
| http://copasbox.blogspot.co.id |
Muslimah Hafsari lahir di Dusun Rasau, Desa Gantung, Kecamatan Gantung, Belitung Timur, 27 Februari 1952, Muslimah Hafsari lahir dari pasangan KA Abdul Hamid dan Salma Syarif, menikah dengan seorang pegawai PN Timah berjulukan Hazali Ali. Bu Muslimah yaitu anak ke empat dari tujuh bersaudara, dan dari pernikahannya mempunyai 3 orang anak. Wanita lembut ini yaitu pengajar pertama Laskar Pelangi dan merupakan guru yang paling berharga bagi mereka. Bu Muslimah merupakan salah satu tokoh yang diangkat dalam novel paling fenomenal di Indonesia "Laskar Pelangi" karya Andrea Hirata.
Lulus dari Sekolah Kepandaian Putri (SKP) Muhammadiyah pada usia 16 tahun dan mengabdikan dirinya untuk mendidik murid-murid di SD Muhammadiyah Gantung, sekolah yang dirintis pendiriannya oleh kakeknya. Sejak diangkat menjadi PNS sekitar tahun 1986, Ibu Muslimah kemudian mengajar di SDN 1 Desa Lintang Kecamatan Gantung hingga tahun 1989, kemudian mengajar di SDN 6 Kecamatan Gantung dari tahun 1989 hingga sekarang. Bu Muslimah yaitu figur guru yang pada hasilnya menginspirasi Indonesia, walaupun pada ketika awal mengajar dulu dia mendapatkan honor hanya sebesar Rp 7000,- per bulan atau bahkan kadang kala tidak mendapatkan sama sekali. Tahun 2008, Bu Muslimah masih mengajar di SDN 6 Gantung, Belitung.
Muslimah muda ketika itu masih berusia 17 tahun. Ia muncul di tengah guyuran hujan yang hebat dengan sebuah pelepah daun pisang di tangannya. Ia terus berjalan membelah deras nya tetesan air hujan. Tujuannya ke SD Muhammadyah, di sebuah kampung di Belitung. Ia dapati beberapa murid berkumpul di sudut ruanganan, menggigil dengan rasa khawatir gedung sekolah yang akan ambruk. Perempuan itu lantas menghampiri dan membuatnya merasa nyaman. ketika hujan mereda, pelajaran pun dimulai. Perempuan itu mengajari banyak hal, termasuk bagaimana memperjuangkan kebahagian. Kemiskinan dan segala keterbatasan kemudahan berguru bukanlah halangan untuk maju dan berprestasi. Rasa cinta yang begitu besar supaya anak anak kampung menjadi pintar, berbuah berkah yang melimpah. Murid-muridnya yang ketika itu masih SD, kini banyak yang berhasil meraih pendidikan sarjana dan master. Banyak juga yang meraih posisi diperusahaan yang hebat.
Berkah yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Andrea Hirata yang mengisahkan perempuan itu dalam buku Laskar Pelangi, kini menjadi penulis handal. Menjadi guru, kata Bu Muslimah yaitu panggilan jiwa. Menurut Bu Muslimah, guru yang berhasil yaitu guru yang bisa memberikan pelajaran kehidupan pada siswanya. Dan guru yang mengajarkan kehidupan tidak harus pintar. kata dia, seorang guru juga harus bijaksana. Murid dengan karakter, pendiam, usil, pintar, lambat mengerti yaitu tantangan bagi seorang guru. Guru yang bijak bisa memahami keinginan murid-muridnya. Muslimah tidak pernah menduga dongeng hidupnya akan menginspirasi jutaan orang. Tak pernah pula ia menduga, figurnya akan diangkat ke layar lebar hingga menerima apresiasi dari pemerintah. Bagi bu Mus tak ada hal yang sanggup lebih membanggakan selain melihat murid-muridnya berhasil mengejar pelanginya.
Pengabdian Bu Muslimah telah menjadi ide bagi kaum guru. Bahkan pemerintah terkesan dan mengganjarnya dengan penghargaan Satya Lencana Pembangunan dan Satya Lencana Pendidikan. Muslimah sebuah nama yang tercetak infinit di salah satu buku best seller di negeri ini "laskar Pelangi" karya Andrea Hirata. Tapi Muslimah tidak pernah meminta apapun. Bahkan ia lebih menentukan meninggalkan pesan, “kalau kita sudah tinggi, tidak usah disanjung-sanjung, nanti jatuh ke buminya lebih tinggi lagi”.
2. Butet Manurung
 |
| citizen6.liputan6.com |
Butet Saur Marlinang Manurung putri bangsa berdarah Batak kelahiran Jakarta, 21 Februari 1972. Perempuan luar biasa yang mendedikasikan diri sebagai guru bagi suku pedalaman Jambi. Dia seorang jagoan pendidikan. Majalah Time menganugerahinya "Heroes of Asia Award 2004".
Teman-temannya biasa memanggilnya Butet. Dia mencicipi betul ketidakberdayaan Orang Rimba yang tak bisa baca tulis ketika mereka seringkali dimanfaatkan "orang terang". Orang terang yaitu sebutan yang diberikan Orang Rimba terhadap seseorang di luar komunitas mereka. Orang Terang sering menipu mereka. Tanah mereka kerap dirampas lewat selembar surat perjanjian. Para perampas itu sering menyampaikan pada mereka jikalau selembar kertas itu yaitu sebuah penghargaan dari kecamatan, kemudian mereka diberi uang yang jumlahnya sangat sedikit. Setelah itu mereka diminta untuk membubuhkan cap jempol di atas sehelai kertas. Karena buta huruf, mereka turuti saja apa kemauan orang terang, mereka tidak menyadari bahwa itu yaitu penipuan.
Kini berkat jerih payah Butet yang telah mengabdikan dirinya untuk mengajar baca-tulis bagi suku Anak Dalam atau Kubu di Taman Nasional Bukit 12 (TNBD) dan Bukit 30, Jambi, semenjak 1999 ini. Meski sempat menerima penolakan dari masyarakat Rimba itu sendiri lantaran menganggap pendidikan merupakan budaya luar dan bukan budaya Orang Rimba. Namun Butet yang selalu optimis dan pantang mengalah ini berhasil meyakinkan masyarakat rimba bahwa pendidikan sanggup melindungi mereka dari ketertindasan dunia luar. Para bawah umur Suku dalam pun sudah sanggup lebih teliti. Ketika akan melaksanakan proses jual-beli, membaca sertifikat perjanjian, dan sanggup menghitung sehingga tidak lagi menjadi korban penipuan.
Sokola Rimba (sekolah rimba) yang dia bangun bukanlah sebuah sekolah formal yang lazimnya ada di masyarakat, yakni berbentuk sepetak bangunan tembok dan beratap genteng. Sokola itu hanya berbentuk dangau kecil tak berdinding yang bersifat nomaden. Kaprikornus jikalau tak diharapkan lagi bisa segera ditinggalkan. Jika ditanya, dimana alamat Sokola Rimba itu, maka dengan gampang Butet menjawab, "Pada koordinat 01' 05' LS - 102' 30' BT." Karena pusat sekolah itu tak niscaya desa maupun kecamatannya.
Dalam rujukan pengajaran, Butet menerapkan cara berguru yang berbeda, mengenalkan abjad per abjad menurut bentuk dan cara mengejanya. Misalnya, A ibarat atap, C ibarat pegangan periuk, ucapkan M dengan verbal dikatupkan. Huruf pun dirangkai dalam 14 kelompok berpasangan. Berkat metode mengajarnya ini, tahun 2001 Butet dianugrahi "The Man and Biosphere Award" dari LIPI-UNESCO.
Begitupun ketika murid-muridnya mulai menulis. Lulusan antropologi Universitas Padjadjaran membagikan buku tulis bergaris, pensil, dan pena. Bagi murid yang tidak kebagian alat-alat sekolah, mereka mengambil ranting dan menggarisi di atas tanah. Tak jarang, ketika tiba waktunya menggambar, salah satu murid menangkap seekor kijang kecil. Binatang itu ditidurkan di atas kertas dan mulailah sang murid menggambar ruas-ruas badan kijang tersebut.
Untuk mengatasi kebutuhan jumlah pengajar, Butet membuat sistem melatih bawah umur yang sudah mahir untuk menjadi guru. Butet mengistilahkan tim kecilnya ini sebagai kader guru. Dengan 14 orang kader guru angkatan pertama Sokola Rimba inilah Butet terus merangsek ke jantung rimba. Dalam buku Sokola Rimba, Butet banyak membahas perihal suka dukanya dalam menawarkan pendidikan pada orang rimba. Butet yang selalu optimis dan pantang mengalah ini berhasil meyakinkan masyarakat rimba bahwa pendidikan sanggup melindungi mereka dari ketertindasan dunia luar. Para bawah umur Suku dalam pun sudah sanggup lebih teliti. Ketika akan melaksanakan proses jual-beli, membaca sertifikat perjanjian, dan sanggup menghitung sehingga tidak lagi menjadi korban penipuan.
Dia masuk ke dalam jajaran perempuan besar lengan berkuasa versi majalah Globe Asia edisi Oktober 2007, menempati peringkat 11 dari 99 perempuan paling besar lengan berkuasa di Indonesia dengan skor 94,7. Diatas Yenny Wahid yang mempunyai skor 94,5. Sementara itu, peringkat pertama dipegang Megawati Soekarnoputri dengan skor 98,5.
3. Ibu Een Sukaesih
 |
| kerjaonline-aisah.blogspot.co.id |
Satu harapan yang selalu dia pegang, yaitu supaya bawah umur mendapatkan hak pendidikannya. Yang seakan pasal-pasal dalam undang-undang itu hanya ada dalam pelajaran PKN saja tidak dengan dunia sebenarnya. Banyak dari murid-murid Wa Een yang berbakat dan berprestasi namun sayang lantaran biaya perguruan tinggi tinggi yang teramat mahal sehingga tidak lah gampang mencapai asa yang manis itu.
Ibu Een Sukaesih. Tak hidup hanya hari ini ibarat halnya sejarah ia juga berada pada jamannya. Bergaul, bermain dan bersekolah hingga kuliah di IKIP Bandung yang kini yaitu UPI. Ibu Een muda, mengambil jurusan Bimbingan Konseling. Sebagaimana kita yang masih muda jiwa dia dulu mungkin sama bergejolaknya. Tanda-tanda mulai diperlihatkan Tuhan, Ia ibarat merasa berat raganya. Entahlah, Tapi sungguh Tuhan telah memberi kemudahan sehingga ia lulus dan menamatkan pendidikannya. Lalu ia mengabdi di salah satu SMA.
Hingga kemudian …
Dokter memfonisnya hanya seminggu, kesempatan hidupnya. Lumpuh. Sudah selesaikan usaha dan cita-citanya?
Modal Bu Een dalam mengajar bawah umur yaitu : Ilmu aku memang sedikit, jauh dari perkembangan ilmu zaman sekarang. Yang aku miliki yaitu kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama. Sungguh setiap perkataanya mendulang intan. Mengarungi keberkahan Tuhan lagu gubahan presiden SBY yaitu kesukaanya. Untuk mencari kasetnya sungguh tidaklah mudah. Untung saja sahabat-sahabatnya selalu memberinya ruang mudah.
Tak pernah berhenti berguru yaitu rumus yang dia ajarkan. Bagaimana mungkin seorang guru akan berhenti berguru sedangkan ia yaitu lautan ilmu bagi anak-anak. Dan dalam kondisi yang demikian hanya kaset-kaset, radio dan buku bawah umur didiknya yang memberi pengetahuan sehingga bertambah. Ilmu semakin diajarkan maka akan semakin bertambah kepahaman. Dan itu yaitu keyakinan yang harus dimiliki para pendidik.
Belajar Banyak dari bu Een
“Man jada wa jadda” yaitu pesan tersirat darinya. Barang siapa yang bersungguh-sungguh dalam segala hal maka akan bertemulah pada keberhasilannya.
Lima puluh usianya tak mengurangi rasa pedulinya pada pendidikan bawah umur di sekitar rumahnya. Lima puluh usianya tak mengurangi rasa kasing sayang dalam mengajari bawah umur ilmu pengetahuan.
Salah satu dosen yang ia segani tiba ke atas panggung menawarkan seutas kata kepada beliau. Kampus UPI yang dulu dikenal IKIP tempatnya menuntaskan studi S1-nya. Dosen itu berbicara mengenai macam-macam guru. Dan yang paling anggun dari semua itu yaitu adalah guru yang mengabdi sepanjang hayatnya. Manteng hingga usia kapanpun. Semoga almamateri ini akan selalu membuat guru-guru yang berkarakter dan mengabdi pada pendidikan.Lima puluh usianya tak mengurangi rasa pedulinya pada pendidikan bawah umur di sekitar rumahnya. Lima puluh usianya tak mengurangi rasa kasing sayang dalam mengajari bawah umur ilmu pengetahuan.
Inilah 3 sosok inspiratif dalam dunia pendidikan di Indonesia. Ini hanya secuil dongeng yang yang sanggup kita tiru keteladanannya, masih berbagai guru di sana yang mengabdikan diri demi bangsa kita tercinta ini.
Sumber :
http://www.prestasi-iief.org/index.php/id/feature/66-guru-adalah-pembentuk-akal-dan-karakter-bangsa
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/3178-ibu-guru-di-hutan-belantara
https://cozycornerpendidikan.blogspot.com//search?q=biografi-bu-muslimah-laskar-pelangi#.V-8xxYh94Yw
http://www.prestasi-iief.org/index.php/id/feature/66-guru-adalah-pembentuk-akal-dan-karakter-bangsa
http://www.citizen6.liputan6.com
0 Response to "Inilah 3 Dongeng Sosok Paling Fenomenal Yang Menginspirasi Seluruh Guru Di Indonesia"
Posting Komentar